Jika ada situs berita resmi yang dianggap melanggar UU tersebut, penyelesaiannya akan mengikuti mekanisme di Dewan Pers.
Apabila situs yang menyediakan informasi tersebut tak berbadan hukum dan tak terdaftar sebagai perusahaan media, pemerintah bisa langsung memblokirnya.
Perubahan ketiga, menyangkut tafsir atas Pasal 5 terkait dokumen elektronik sebagai bukti hukum yang sah di pengadilan.
UU ITE yang baru mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan dokumen elektronik yang diperoleh melalui penyadapan (intersepsi) tanpa seizin pengadilan tidak sah sebagai bukti.
Baca juga: Terbukanya Peluang Revisi Pasal Karet UU ITE...
Ketua Komisi I DPR ketika itu, Abdul Kharis Almasyhari menuturkan, pihaknya sudah berusaha mengakomodasi seluruh pemangku kepentingan terkait dalam pembahasan RUU.
Menurut dia, adalah hal wajar jika ada pihak yang puas dan tidak puas terhadap hasil pembahasan RUU yang disepakati.
"Kami menganut kebebasan yang bertanggungjawab agar tidak atas nama kebebasan lalu melanggar hak orang lain. Tidak semaunya sendiri," ujar Abdul Kharis saat dihubungi, Kamis (1/9/2016).
"Itu hasil maksimal yang sudah kami bahas. Kalau untuk memuaskan semua pihak enggak mungkin. Pasti ada dua sisi," kata dia.
Baca juga: Jokowi Ingatkan Polri Selektif soal Pelanggaran UU ITE
Bergulir kembalinya wacana merevisi UU ITE diharapkan dapat mencabut pasal-pasal bermasalah dalam UU ITE.
Direktur Eksekutif Southeast Asia Freedom of Expression Network (Safenet) Damar Juniarto mengungkapkan ada sembilan bermasalah dalam UU ITE.
"Persoalan utama pasal 27-29 UU ITE. Ini harus dihapus karena rumusan karet dan ada duplikasi hukum," tulis Damar melalui akun Twitter-nya.
Pasal-pasal yang dinilai bermasalah itu adalah Pasal 26 Ayat (3), Pasal 27 Ayat (1), Pasal 27 Ayat (3), Pasal 28 Ayat (2), Pasal 29, Pasal 36, Pasal 40 Ayat (2a), Pasal 40 Ayat (2b), dan Pasal 45 Ayat (3).
Baca juga: Jokowi Minta Masyarakat Aktif Beri Kritik, Warganet: Lalu Kena UU ITE
Sementara itu, Wakil Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Era Purnamasari berharap agar pernyataan Jokowi di atas tidak sekadar retorika.
Ia mengingatkan, pasal karet yang ada di UU ITE sudah banyak memakan korban.
"Kita harus memastikan bahwa pendapat Presiden Jokowi tentang UU ITE bukan sekedar retorika politik saja. Tapi benar-benar diwujudkan," tutur Era, Selasa (16/2/2021).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.