Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

JK: Negara akan Jadi Otoriter Jika Tak Ada Kritik Akademisi

Kompas.com - 15/02/2021, 18:35 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla berharap, ke depan tak ada lagi perundungan terhadap akademisi yang berstatus sebagai aparatur sipil negara (ASN) dan memberikan pandangan kritis terhadap pemerintah.

Menurut dia, pandangan alternatif dari akademisi akan selalu dibutuhkan pemegang kekuasaan agar negara tak jadi otoriter.

Hal ini Kalla sampaikan menanggapi pelaporan eks Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Din Syamsuddin, ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) oleh Gerakan Anti Radikalisme (GAR) Alumni ITB.

“Bayangkan kalau tidak ada akademisi ini membukakan jalan alternatif, maka negeri akan jadi otoriter," kata Kalla melalui keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Senin (15/2/2021).

Kalla mengatakan, jika ada yang mempersoalkan status Din sebagai ASN dikaitkan dengan pandangan kritisnya ke pemerintah, maka pihak tersebut tak paham undang-undang.

Baca juga: Soal Din Syamsuddin, JK Sebut Akademisi yang Kritik Pemerintah Tak Langgar Etika ASN

Menurut dia, Din tak melanggar kode etik ASN hanya karena kerap mengkritik pemerintah. Sebab, sebagai ASN Din tidak berada di struktur pemerintahan, tapi fungsional akademis.

Kalla menjelaskan, ASN terbagi menjadi dua. Pertama, yang berada di struktur pemerintahan dan tidak boleh mengkritik pemerintah.

Kedua, ASN fungsional akademis seperti dosen dan sebagainya. Dalam hal ini Din merupakan ASN fungsional akademis.

Ketika seorang akademisi memberikan pandangan yang bertentangan dengan pemerintah, kata Kalla, hal itu tak melanggar etika ASN. Sebab, tugas akademisi adalah memberikan pandangan lain sesuai dengan dengan latar keilmuan.

"Ini bukan soal etik mengkritik sebagai ASN tapi dia mempergunakan suatu keilmuannya untuk membicarakan sesuatu," terangnya.

Menurut Kalla, ASN berprofesi dosen yang berpandangan kritis ke pemerintah bukan hanya Din saja. Ia menyinggung dosen Universitas Indonesia, Faisal Basri, yang juga kerap menyampaikan kritik ke pemegang kuasa.

Bahkan, kata Kalla, majelis rektor dari seluruh Indonesia terkadang membuat pandangan yang berbeda dari pemerintah dan hal itu bukan masalah.

Baca juga: Jusuf Kalla: Pak Din Syamsuddin Sangat Tidak Mungkin Radikal

Untuk itu, Kalla meminta semua pihak menghormati pandangan Din yang merupakan padangan professional.

"Kalau seorang akademisi walaupun dia seorang ASN kemudian mengemukakan pandangannya meskipun berbeda dengan pemerintah, itu pandangan profesi dan kita harus hormati itu," kata Kalla.

Untuk diketahui, Gerakan Anti Radikalisme (GAR) Alumni Institut Teknologi Bandung (ITB) melaporkan Din Syamsuddin kepada KASN dan BKN atas dugaan pelanggaran disiplin ASN, Selasa (10/11/2020).

Juru Bicara GAR ITB Shinta Madesari mengatakan, laporan tersebut sudah dirilis sejak 28 Oktober 2020 dan dikirim melalui email dan pos ke semua tujuan yang ada di dalamnya.

"Sebagai tindak lanjut dari pelaporan tersebut, Selasa 10 November kemarin kami menghadap Ketua KASN untuk menyampaikan laporan tertulis secara langsung agar dapat segera ditindaklanjuti oleh KASN," kata Shinta saat dikonfirmasi Kompas.com, Jumat (13/11/2020).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com