Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menelaah Kekurangan jika Pilkada Dilaksanakan Tahun 2024...

Kompas.com - 10/02/2021, 07:44 WIB
Sania Mashabi,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

"Jadi dia juga tidak bisa fokus biasanya. jadi itu tidak terlalu baik juga sebetulnya. Kecuali darurat betul ya," ucap dia.

Pelaksanaan semakin rumit

Sementara itu, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Agustyati menilai sebaiknya jadwal Pilkada dinormalkan menjadi 2022 dan 2023.

"Kalau menurut kami memang sebaiknya perlu ada normalisasi jadwal pilkada. Jadi tetap perlu ada pilkada di tahun 2022 dan 2023," kata Khoirunnisa kepada Kompas.com, Kamis (28/1/2021).

Khoirunnisa menilai, jika pilkada dilakukan serentak dengan pemilu nasional di 2024 akan berimplikasi pada kompleksitas penyelenggaraanya.

Baca juga: Pengamat Duga Ada Insentif dari Jokowi kepada Partai yang Tolak Revisi UU Pemilu Dilanjutkan

Serta, lanjut dia, berpotensi membuat pelaksanaan pemilihan menjadi semakin rumit dan melelahkan bagi penyelenggara.

"Walaupun penyelenggaraan pemilu nasional dan pilkada tidak diselenggarakan di hari yang sama tetapi pasti tahapannya akan berhimpitan," ujarnya.

Ia juga menduga, tidak menutup kemungkinan partai bersikeras melaksanakan Pilkada Serentak 2024 karena memiliki kepentingan tersendiri.

Ia juga memahami dinamika penolakan jadwal pilkada dalam wacana revisi merupakan hal yang biasa terjadi di DPR.

Namun, Khoirunnisa menekankan jangan sampai kepentingan itu mengalahkan proses perbaikan demokrasi di Indonesia.

"Jangan sampai tujuan pemilu untuk tata kelola perbaikan demokrasi kita harus dikalahkan oleh kepentingan partai," kata Khoirunnisa kepada Kompas.com, Selasa (2/2/2021).

Baca juga: Wakil Ketua Komisi II Usulkan Jokowi Terbitkan Perppu jika UU Pemilu Tidak Direvisi

Selain itu, ia juga menilai ada inkonsistensi dari beberapa partai politik yang menolak pelaksanaan Pilkada 2022 dengan alasan Indonesia masih dalam kondisi pandemi Covid-19.

Sedangkan, Pilkada 2020 tetap dilaksanakan dalam situasi Indonesia mengalami pandemi.

"Kami melihat ada ketidakkonsistenan di sini," ungkapnya.

Ia mengatakan, dengan merevisi jadwal pilkada dalam UU Pemilu akan membuat pelaksanaan pilkada di masa pandemi menjadi lebih siap.

Terlebih lagi belum bisa diketahui juga sampai kapan pandemi Covid-19 akan berakhir.

"Padahal dengan revisi Undang-Undang Pemilu, kita bisa membuat peraturan teknis yang lebih adaptif dengan situasi pandemi atau krisis seperti ini. Pada Pilkada 2020 yang lalu kita tidak punya peraturan itu di level undang-undang," ujarnya.

"Misalnya dengan memberlakukan pemilihan lewat pos, pemilihan pendahuluan atau membuka TPS lebih panjang waktunya," lanjut dia.

Baca juga: Dinamika Revisi UU Pemilu, Baleg Tunggu Keputusan Komisi II

Selain itu, Khoirunnisa mengingatkan bahwa penolakan koalisi masyarakat sipil atas Pilkada 2020 bukan didasari dalam kondisi pandemi Covid-19 saja.

Melainkan, koalisi masyarakat sipil menilai penyelenggara belum memiliki regulasi yang mumpuni untuk menyelenggarakan pilkada.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com