JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi II DPR Luqman Hakim mengusulkan Presiden Joko Widodo menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) untuk mengganti satu pasal dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2007 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).
Menurut, Luqman perppu tersebut digunakan untuk menggantikan Pasal 383 ayat (1) dan ayat (2) UU Pemilu terkait ketentuan soal waktu penghitungan suara di TPS.
"Saya berharap andaikan sampai menjelang pelaksanaan pemilu 2024 tidak terbuka revisi UU Pemilu saya mengajak kita semua untuk meyakinkan Presiden agar mengeluarkan perppu terkait penghitungan suara harus selesai di hari itu," kata Luqman, dalam diskusi daring yang digelar Indikator, Senin (8/2/2021).
Baca juga: Nasdem dan Golkar Berubah Sikap, PKS Tegaskan Dukung Revisi UU Pemilu
Luqman menilai, jika pasal tersebut tidak diubah, maka akan semakin banyak petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang meninggal dunia.
Berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum (KPU), total ada 894 petugas yang meninggal dan 5.175 petugas mengalami sakit pada Pemilu 2019.
Beban kerja pada Pemilu 2019 cukup besar sehingga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan banyak petugas sakit atau meninggal dunia.
"Kalau aturan ini tidak diubah, kita bisa membayangkan korban yang jatuh akan persis bertambah," ucap anggota DPR dari fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu.
Baca juga: Berubah Sikap, Golkar Ingin Revisi UU Pemilu Ditunda
Luqman menerangkan, perppu dapat mengatur mekanisme baru dalam penghitungan suara, sehingga tidak memakan banyak korban.
"Andaikan tidak diharuskan penghitungan suara selesai hari itu juga, misalnya (penghitungan) boleh sesuai jam kerja, kalau jam kerja berakhir, proses di TPS berhenti, lalu dipastikan ada proses pengamanan agar kecemasan terhadap kecurangan tidak ada," papar Lukman.
Kendati demikian, Luqman menegaskan bahwa sejak awal sikap fraksinya menolak revisi UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Artinya, PKB ingin pilkada dilakukan serentak pada 2024 dan menolak normalisasi jadwal pilkada pada 2022 serta 2023.
"UU Pemilu perlu kita revisi, UU Nomor 10 Tahun 2016 yang mengatur Pilkada biarkan jalan dulu. Isu bahwa Presiden minta ini itu, tidak ada pengaruhnya di PKB. Sebelum Presiden meminta, PKB sudah clear di situ," pungkasnya.
Baca juga: Dinamika Revisi UU Pemilu, Baleg Tunggu Keputusan Komisi II
Diberitakan bahwa Badan Legislasi (Baleg) DPR menunggu keputusan Komisi II DPR terkait dinamika wacana revisi Undang-Undang Pemilu yang sudah masuk tahap harmonisasi di Baleg.
Wakil Ketua Baleg Willy Aditya mengatakan, bila revisi UU Pemilu ditunda, maka pimpinan Komisi II semestinya berkirim surat untum menarik RUU yang sudah ada di Baleg.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.