Ia pun meminta pemerintah melihat permasalahan ini secara menyeluruh dan terjebak kepentingan politik jangka pendek.
Baca juga: 4 Alasan Nasdem Dorong Revisi UU Pemilu
Menurut Pangi, akan ada banyak kerugian jika Presiden Jokowi memaksakan pilkada serentak tetap digelar bersamaan dengan Pemilu 2024 dengan menolak revisi Undang-undang Pemilu.
Ia memprediksi penumpukan penyelenggraan Pilpres, Pileg dan Pilkada serentak 2024 akan menghasilkan risiko yang besar.
“Akan sangat berisiko terjadi kegaduhan yang berskala besar di masyarakat. Selain itu, pilkada serentak yang menumpuk jelas membutuhkan energi dan menguras tenaga KPU dalam menyelenggarakannya,” tutur Pangi.
“Bawaslu, MK nantinya juga bakal kewalahan karena banyaknya nanti perkara sengketa pilkada. Belum lagi punya potensi berulang kembali tragedi petugas KPPS yang meninggal karena proses penghitungan suara yang berhari-hari dan memakan waktu yang cukup lama,” lanjut dia.
Adapun saat ini sembilan Fraksi di DPR terbelah dengan ketentuan baru dalam draf UU Pemilu tersebut.
Baca juga: Soal Revisi UU Pemilu, DPR Diminta Tak Terjebak Kepentingan Politik Jangka Pendek
Sebagian fraksi ingin melaksanakan Pilkada sesuai amanat Pasal 201 ayat (8) UU Nomor 10 Tahun 2016, yakni Pilkada serentak digelar November 2024.
Sementara, sebagian fraksi lainnya mendorong pelaksanaan Pilkada sesuai ketentuan di dalam draf revisi UU Pemilu Pasal 731 ayat (2) dan (3), yakni pada 2022 dan 2023.
Fraksi yang mendukung pelaksanaan pilkada serentak berbarengan dengan Pemilu 2024 ialah PDI-P, PPP, PKB, PAN, dan Gerindra.
Adapun Golkar, Nasdem, Demokrat, dan PKS menginginkan agar pilkada serentak tetap dilaksanakan pada 2022 dan 2023 melalui revisi Undang-undang Pemilu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.