Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Damar Juniarto
Praktisi Demokrasi Digital

Executive Director SAFEnet, alumni IVLP 2018 Cyber Policy and Freedom of Expression Online, pendiri Forum Demokrasi Digital, dan penerima penghargaan YNW Marketeers Netizen Award 2018.

Mengatur Penyiaran Digital Pascaputusan MK terkait Gugatan RCTI dan iNews

Kompas.com - 15/01/2021, 16:39 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh Damar Juniarto dan Muhamad Heychael*

PADA 14 Januari 2021, Mahkamah Konstitusi (MK) membacakan putusan atas gugatan terhadap Pasal 1 Ayat (2) UU Penyiaran yang diajukan RCTI dan iNews.

Isi amar putusan yang dibacakan hakim ketua Anwar Usman menyebutkan MK menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya. Dalil-dalil yang diajukan para pemohon dinilai tidak berdasar.

Dalam gugatannya pada 27 Mei 2020, RCTI dan iNews menilai Pasal 1 Ayat (2) UU Penyiaran bersifat ambigu karena tidak mengategorikan over-the-top sebagai bentuk penyiaran.

Argumentasinya, konten/video on demand/streaming tidak berbeda dengan televisi karena memproduksi luaran yang sama, yakni konten audio-visual.

Baca juga: MK Tolak Gugatan Inews TV dan RCTI soal UU Penyiaran, Dianggap Tak Berdasar

 

Tidak berhenti hanya dengan menggugat UU Penyiaran, dalam pelbagai berita di media disebutkan RCTI dan iNews telah mengusulkan untuk mengganti definisi penyiaran pada Pasal 1 Ayat (2) hingga mencakup layanan over-the-top/OTT (khususnya konten/video on demand/streaming).

Jika usul ini diadopsi, implikasinya sebagaimana dinyatakan oleh Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika (PPI) Kemenkominfo Ahmad M Ramli, akan mengklasifikasikan kegiatan seperti Instagram TV, Instagram Live, Facebook Live, YouTube Live, dan penyaluran konten audio visual lainnya dalam platform media sosial akan diharuskan jadi lembaga penyiaran yang wajib berizin.

Menaruh OTT dalam konteks penyiaran adalah sebentuk kegagalan memahami perbedaan mendasar antara teknologi analog dan digital serta implikasi sosial dan hukum yang menyertainya. Jamak diketahui, penyiaran menggunakan teknologi analog.

Pemancarluasan siaran menghasilkan model komunikasi yang serempak atau kita kenal dengan istilah komunikasi massa. Kita yang menyaksikan MNC di Jakarta dengan saudara kita di Papua akan mendapati tayangan yang sama.

Baca juga: MK Tolak Gugatan Inews dan RCTI, Youtuber dan Netflix Tak Terdampak UU Penyiaran

Implikasi sosialnya, media penyiaran tidak memberi agensi yang luas pada publik. Inilah antara lain mengapa di banyak negara demokratis, selain karena ia menggunakan ranah publik (gelombang elektromagnetik), media penyiaran diregulasi secara ketat.

Tujuannya untuk memastikan bahwa publik “yang tidak punya banyak pilihan” terlindungi dari dampak konten negatif.

Sementara model-model komunikasi dari media digital menggunakan sistem jaringan. Dua orang dari dua lokasi yang berbeda kala membuka Youtube akan mendapati sajian tayangan yang berbeda.

Aspek lainnya adalah, media digital seperti Youtube juga memungkinkan user-generated content/UGC. Artinya, pelaku komunikasinya tidak lah satu pihak.

Logika produsen-konsumen dalam penyiaran tidak berlaku dalam logika digital. Dalam konteks digital semua orang adalah prosumen (produsen sekaligus konsumen).

Implikasi sosialnya, di media digital, publik punya agensi yang lebih luas. Itulah mengapa aspek pengaturan media digital atau OTT umumnya jauh lebih longgar.

Baca juga: Ditolaknya Gugatan RCTI-iNews soal UU Penyiaran serta Dampaknya bagi Youtuber dan Netflix

Kebanyakan pengaturan terkait OTT menyasar pada aspek bisnis ketimbang konten.

Adapun regulasi konten terbatas pada hal-hal yang dianggap amat berbahaya seperti ujaran kebencian atau pornografi anak.

Di luar itu, publik diharapkan memiliki kedewasaan untuk memilih konten yang dikonsumsi atau diproduksinya sendiri.

Kesadaran untuk membedakan implikasi sosial dan hukum dari aplikasi teknologi digital dan analog ini penting, agar kita tidak sembarangan menyamaratakan keduanya.

Pasalnya, menaruh OTT dalam definisi penyiaran dapat berdampak membunuh potensi dari OTT sebagai alat demokrasi maupun ekonomi.

Berkaca dari pengalaman sejumlah negara

Dalam merespons disrupsi yang diakibatkan oleh perkembangan OTT, negara-negara menggunakan dua jenis pendekatan regulasi yang berbeda terhadap OTT: menggunakan Paradigma Lama seperti di Thailand atau menggunakan Paradigma Baru seperti di Australia.

Regulator penyiaran dan telekomunikasi di Thailand, National Broadcasting dan Telecomm Commission (NBTC) meregulasi penyelenggara OTT agar mendaftarkan diri (mendapat lisensi) dan tunduk pada regulasi NBTC (Film and Video Act B.E. 2551), yang mengharuskan setiap produk film dan video melalui proses sensor.

Alih-alih membuat kerangka regulasi yang lebih sesuai dengan karakter teknologi dan fungsi sosial OTT, NBTC memilih menyetarakan OTT dengan penyiaran. Dengan cara ini, seolah kesetaraan atau keadilan usaha telah dicapai.

Padahal ia menyisakan banyak masalah yang antara lain bisa diidentifikasi dari dua pertanyaan. Mungkinkah secara teknologi pengawasan atau sensor atas OTT dilakukan secara menyeluruh (tidak hanya OTT yang memiliki pasar yang besar)?

Dan jika pun bisa, bagaimana memastikan pengawasan dalam bentuk sensor dan sanksi tanpa harus mengorbankan hak asasi manusia untuk berekspresi? Kita tahu, jawabannya hampir mustahil.

Tapi tentu, sebagian negara lain menempuh proses yang berbeda. Australia adalah salah satu yang menggunakan paradigma baru dalam mengatur layanan OTT.

Paradigma baru ini dicirikan oleh sikap regulator yang antisipatif dan penerapan kebijakan yang berangkat dari pemahaman memadai atas perbedaan konteks sosial teknologi antara OTT dan penyiaran.

Dalam sistem hukum Australia, konten internet diatur oleh Australian Communications and Media Authority (ACMA).

Lembaga ini mengeluarkan peraturan berdasarkan keputusan klasifikasi layanan OTT video dari Classification Act (1995) yang mengatakan bahwa layanan OTT dengan sistem berlangganan tidak dapat menggunakan pendekatan pengaturan yang sama untuk klasifikasi seperti penyiaran.

Oleh karena itu, layanan OTT video sejenis tidak tunduk pada peraturan untuk TV free-to-air, kabel atau satelit. OTT diatur menggunakan self-regulatory model, artinya penyelenggara OTT diharuskan mengatur dirinya sendiri.

Kendati demikian, bukan berarti pemerintah dan warga negara Australia kehilangan kedaulatan di hadapan OTT.

Sebagai wakil dari publik Australia, ACMA berperan memberikan panduan prinsip-prinsip dasar dari self-regulatory yang nantinya akan diterapkan oleh OTT dan menerima komplain dari warga negara jika ada konten OTT yang dinilai merugikan mereka.

Mengingat sifatnya yang melintas batas-batas administratif negara, idealnya kerangka regulasi untuk mengatur OTT dibuat oleh International Telecommunications Union (ITU), badan khusus PBB yang bergerak dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi.

Namun, kerja multilateral global tidak akan selesai dalam waktu yang singkat. Karenanya, sambil menunggu ITU bekerja, belajar dari pengalaman negara-negara lain adalah hal paling masuk akal saat ini.

Pertanyaan kemudian, pada negara mana kita akan belajar, Thailand atau Australia? (*Damar Juniarto adalah Direktur Eksekutif Southeast Asia Freedom of Expression Network | Muhamad Heychael adalah Penulis, pengajar, dan peneliti media)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

Nasional
PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

Nasional
Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

BrandzView
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com