"Mestinya tata laksana awalnya bisa dengan penyuluhan berulang-ulang. Repetisi kali ini memang penting. Baik oleh pemerintah, baik oleh media. Kerja sama dengan media untuk kali ini memang amat sangat penting," ungkap dia.
Baca juga: Ahli: Kalau Banyak yang Menolak Vaksin Covid-19 Target Herd Immunity Sulit Tercapai
Kerjasama dengan media, menurut Zubairi, merupakan hal yang penting untuk menyosialisasikan kegiatan vaksinasi. Sosialisasi itu, imbuh dia, dapat dilakukan melalui media mainstream atau media sosial.
"Media sosial juga perlu dimanfaatkan agar masyarakat luas bersedia vaksinasi," ujarnya.
Selain itu, para tokoh masyarakat seperti tokoh agama dan tokoh masyarakat juga memiliki peran penting dalam penyuluhan kegiatan vaksinasi.
Menurut dia, masyarakat sering kali hanya percaya pada tokoh yang dipercayainya seperti dokter, influencer, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan public opinion maker lain.
Langkah Presiden Joko Widodo yang menjadi orang pertama yang menerima vaksin Covid-19 sebenarnya juga merupakan salah satu upaya yang tepat untuk mengubah perilaku masyarakat dari menolak menjadi menerima vaksin.
"Kemudian hari ini kita melihat banyak sekali di media bahwa ternyata Wakil Menteri Kesehatan yang notabene dokter, juga divaksinasi di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo," imbuh dia.
Oleh karena itu, ia berharap agar narasi hukuman pidana bagi penolak vaksin dikurangi. Sebab, masih banyak cara yang dapat ditempuh pemerintah untuk mengubah pandangan masyarakat.
"Menurut saya tahapan pertama ya diedukasi dulu. Kalau belum paham ya dikonseling, tatap muka empat mata, diskusi dialog santai. Biasanya saya yakin di jangka panjang akan bisa mengubah perilaku penolak vaksin ini menjadi penerima vaksin," kata Zubairi.
Baca juga: Pemprov DKI Siapkan 1.498 Vaksinator untuk Vaksinasi Covid-19
Sebelumnya, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Edward Hiariej menyatakan, masyarakat yang menolak vaksinasi Covid-19 dapat dijatuhi hukuman pidana paling lama 1 tahun penjara.
Edward mengatakan, vaksinasi Covid-19 merupakan bagian dari kewajiban seluruh warga negara untuk mewujudkan kesehatan masyarakat.
"Ketika pertanyaan apakah ada sanksi atau tidak, secara tegas saya mengatakan ada sanksi itu. Mengapa sanksi harus ada? Karena tadi dikatakan, ini merupakan suatu kewajiban," kata Edward dalam webinar yang disiarkan akun YouTube PB IDI, Sabtu (9/1/2021).
Guru besar hukum pidana Universitas Gadjah Mada itu mengatakan, ketentuan pidana bagi penolak vaksinasi diatur dalam UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Pasal 93 UU tersebut menyatakan, setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan dan/atau menghalangi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan sehingga menyebabkan kedaruratan kesehatan masyarakat bisa dipidana dengan penjara paling lama satu tahun dan/atau denda maksimal Rp 100 juta.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.