Tim medis dan psikiatri selanjutnya membuat kesimpulan hasil peniliaian klinis untuk memastikan apakah pelaku layak atau tidak dikenakan tindakan kebiri kimia.
Baca juga: Komnas PA: PP Kebiri Kimia Beri Kesempatan Eksekusi Pemberatan bagi Predator Seksual Anak
Kesimpulan ini kemudian disampaikan kepada Jaksa Agung.
Dalam Pasal 9 poin a, pelaksanaan tindakan hukuman kebiri kimia tersebut dilaksanakan setelah pelaku persetubuhan dinyatakan layak untuk dikenakan tindakan kebiri kimia dalam kesimpulan hasil penilaian klinis.
Kemudian poin b menyatakan, dalam jangka waktu paling lambat tujuh hari kerja sejak diterimanya kesimpulan, jaksa memerintahkan dokter untuk melakukan pelaksanaan tindakan kebiri kimia tersebut kepada pelaku persetubuhan.
Poin c menyebutkan, pelaksanaan tindakan kebiri kimia tersebut juga dilakukan segera setelah terpidana selesai menjalani pidana pokok.
Pelaksanaan tindakan kebiri kimia juga dilakukan di rumah sakit milik pemerintah atau rumah sakit daerah yang ditunjuk, yang tercantum dalam poin d.
Selanjutnya, pelaksanaan tindakan kebiri kimia juga harus dihadiri jaksa, perwakilan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum, sosial, dan kesehatan.
Baca juga: Dukung PP Kebiri Kimia Predator Seksual, Komnas PA: Ini Hadiah untuk Anak Indonesia
Hasilnya pun dituangkan dalam berita acara dan jaksa harus memberitahukan kepada korban atau keluarga korban bahwa tindakan kebiri kimia tersebut telah dilakukan dilaksanakan.
PP Beri Kepastian Hukum
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti menilai, peraturan pemerintah (PP) Nomor 70 tahun 2020 bisa memberi kepastian hukum.
Retno mengatakan, PP ini bisa menjadi dasar yang lebih kuat bagi aparat penegak hukum dalam menjalankan vonis terhadap pelaksanaan kebiri kimia, pengumuman identitas pelaku dan pemasangan alat pendeteksi elektronik kepada terpidana kekerasan seksual bagi anak.
“KPAI menilai PP Nomor 70 Tahun 2020 itu akan memberi kepastian terkait implementasi teknis atas mandat UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Perlindungan Anak,” ujar Retno saat dihubungi Kompas.com, Senin (4/1/2020).
Retno menuturkan, selain mengisi kekosongan hukum atas UU Nomor 17 Tahun 2016 terkait penerapan atau pelaksanaan kebiri kimia, PP ini juga dapat menjadi petunjuk untuk jaksa dalam mengeksekusi hukuman.
Baca juga: Jika Predator Seksual Anak Melarikan Diri, Bagaimana Kebiri Kimia Diterapkan?
“Sehingga jaksa tidak akan kebingungan lagi untuk mengeksekusi putusan pengadilan tersebut nantinya,” ucap Retno.
“Karena kebiri merupakan hukuman tambahan yang akan dieksekusi setelah hukuman pokoknya dijalankan oleh terdakwa,” tutur dia.
Beri Efek Jera
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) berharap diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak (PP Kebiri Kimia) dapat memberikan efek jera bagi para pelaku persetubuhan dan pelaku perbuatan cabul.
Deputi Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kemen PPPA Nahar mengatakan, kekerasan seksual terhadap anak harus mendapatkan penanganan secara luar biasa.
Salah satunya adalah dengan melakukan kebiri kimia terhadap para pelaku yang dinilai telah merusak masa depan bangsa Indonesia.
"Itu sebabnya kami menyambut gembira ditetapkannya PP tersebut diharapkan dapat memberikan efek jera bagi pelaku persetubuhan dan pelaku tindak pencabulan," ujar Nahar dikutip dari siaran pers, Senin (4/1/2020).
Baca juga: Ada PP Kebiri Kimia, Anggota DPR Ingatkan Tetap Pentingnya Pencegahan Kekerasan Seksual
Nahar mengatakan, kasus kekerasan seksual merupakan kejahatan serius yang mengingkari hak asasi anak.