JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah, DPR, dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) tetap memaksakan perhelatan Pilkada serentak 2020 yang akan berlangsung pada Rabu (9/12/2020), meskipun kasus Covid-19 di Indonesia belum melandai.
Rekor kasus harian bahkan terjadi dalam rentang waktu kurang dari dua pekan sebelum hari pencoblosan berlangsung.
Pertama, rekor harian kasus infeksi virus corona tercatat pada 27 November dengan penambahan 5.828 kasus baru.
Kedua, Indonesia kembali memecahkan rekor penambahan harian kasus Covid-19 pada 29 November dengan penambahan 6.267 kasus baru.
Baca juga: UPDATE: Rekor 8.369 Pasien dalam Sehari, Total 557.877 Kasus Covid-19 RI
Terakhir pada Kamis (3/12/2020), rekor harian kasus infeksi virus corona kembali tercatat, dengan penambahan 8.369 kasus baru.
Adapun dalam tiga hari terakhir, penambahan kasus baru Covid-19 berada di kisaran 5.700 hingga 6.000 orang tiap harinya.
Belum siap
Menanggapi berlangsungya Pilkada di saat penambahan kasus baru masih tinggi, pengamat kebijakan publik Agus Pambagio menilai pemerintah dan penyelenggara pemilu belum siap mengantisipasi munculnya kerumunan yang berpotensi menjadi medium penularan Covid-19.
“Pilkada ini kan ngeri dampaknya. Negara lain juga menunda. Ngapain sih dipaksakan. Udah tahu kita belum menuju puncaknya. Ini belum tahu kapan puncaknya,” kata Agus kepada Kompas.com, Senin (7/12/2020).
Hal itu diperparah dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang menyediakan opsi berisiko bagi pasien Covid-19 maupun petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).
Baca juga: Jaminan KPU untuk Pasien Covid-19 Memilih di Pilkada 2020, Mekanismenya Dikritik
Sebabnya, KPU membolehkan petugas KPPS mendatangi pemilih yang sedang menjalani isolasi mandiri atau rawat inap di fasilitas kesehatan Covid-19 agar tetap dapat menggunakan hak pilihnya.
KPU menyediakan opsi tersebut berdasarkan Pasal 73 Poin 1 Peraturan KPU Nomor 6 Tahun 2020.
Nantinya berdasarkan persetujuan saksi dan Panwaslu Kelurahan/Desa atau Pengawas Tempat Pemungutan Suara (TPS), petugas akan didampingi oleh Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu), pengawas TPS beserta saksi untuk mendatangi pemilih yang dirawat karena Covid-19.
Mekanisme pemilihan seperti ini rawan menularkan Covid-19 kepada para petugas KPPS, petugas Panwaslu, dan saksi yang mendatangi pasien.
Sebabnya, tak ada yang bisa menjamin mekanisme tersebut dijalankan sesuai prosedur dengan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) yang memadai.