Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Data Kasus Covid-19 Tak Pernah Real Time Hampir 10 Bulan, Epidemiolog: Tidak Bisa Terus Dibiarkan

Kompas.com - 04/12/2020, 09:30 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Epidemiolog dari Griffith University Dicky Budiman mengatakan, persoalan kendala pendataan kasus harian Covid-19 sebenarnya tidak bisa selalu jadi alasan pemerintah setiap terjadi lonjakan data kasus baru atau perbedaan data antara pemerintah pusat dengan daerah.

Sebab, baik pandemi maupun sistem pendataan Covid-19 sudah cukup lama dilakukan pemerintah.

"Ini sudah terjadi cukup lama dan tidak bisa dibiarkan. Sebab, sudah hampir 10 bulan pandemi, sehingga soal data tak bisa selalu jadi alasan pemerintah," ujar Dicky saat dikonfirmasi Kompas.com, Jumat (4/12/2020).

Dicky mengungkapkan, data kasus harian Covid-19 Indonesia yang dilaporkan pemerintah memang tidak pernah dilakukan secara real time.

Baca juga: Satgas Sebut Pemerintah Pusat Keliru Sampaikan Data Covid-19 di Papua karena Masalah Sistem

"Dari dulu Indonesia tidak pernah melaporkan secara tepat. Tidak ada laporan hari ini dites, hari ini keluar," ungkap Dicky.

"Sehingga, apa yang disampaikan Jubir Satgas soal data kemarin tidak ada yang baru. Bahwa data yang dilaporkan ke kita ini bisa dua, tiga pekan, bahkan mungkin ada yang beberapa pekan sebelumnya. Selama ini juga begitu," jelasnya.

Dengan demikian, menurut Dicky, penjelasan dari Satgas tidak bisa menjadikan pembenaran bahwa data yang dilaporkan pada Kamis (3/12/2020) berbeda dengan laporan pada hari-hari sebelumnya.

Sebelumnya, pemerintah melaporkan melaporkan 8.369 kasus baru terkonfirmasi positif Covid-19 pada Kamis (3/12/2020).

Baca juga: Penambahan Kasus Harian Covid-19 Kembali Rekor, Satgas: Sistem Pencatatan Pelaporan Belum Optimal

Ini merupakan rekor tertinggi selama pandemi di Tanah Air.

Penambahan kasus tersebut menyebabkan total kasus Covid-19 di Indonesia mencapai 557.877 orang.

Kasus baru positif Covid-19 sebanyak 8.369 orang tersebut tersebar di 34 provinsi.

Dari 34 provinsi tersebut ada tiga yang mencatat penambahan lebih dari 1.000 kasus yakni Papua (1.755 kasus baru), Jawa Barat (1.648 kasus baru), dan DKI Jakarta (1.153 kasus baru).

Menurut Juru Bicara Satgas Covid-19 Wiku Adisasmito, ketiga provinsi itu sempat mengalami perbedaan data Covid-19 dengan pemerintah pusat.

"Berdasarkan hasil konsolidasi yang dilakukan pemerintah pusat, pemda dengan Kementerian Kesehatan, ada beberapa provinsi yang memiliki perbedaan data dengan pusat. Seperti Jawa Tengah, Jawa Barat dan Papua," ujar Wiku dalam konferensi pers secara daring pada Kamis sore.

Baca juga: Tiga Provinsi Catat Kasus Harian Covid-19 Lebih dari 1.000, Satgas: Ada Perbedaan Data dengan Pusat

Berdasarkan data dari Kemenkes, secara total terdapat penambahan kasus harian Covid-19 sebanyak 8.369 pada Kamis.

Angka yang sangat tinggi ini, kata Wiku, salah satunya disebabkan karena sistem yang belum optimal untuk mengakomodasi pencatatan pelaporan dan validasi data dari provinsi secara realtime.

"Sebagai contoh, Papua hari ini melaporkan sejumlah 1.755 kasus. Yang mana merupakan akumulasi dari penambahan kasus positif sejak 19 November 2020 hingga Kamis," ungkap Wiku.

"Oleh karena itu, kepada pemda yang masih memililiki perbedaan data kami imbau untuk melakukan konsolidasi data secara langsung dengan pemerintah pusat sesegera mungkin," tegas Wiku.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Yakin Presidential Club Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Yakin Presidential Club Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Nasional
Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Nasional
Gejala Korupsisme Masyarakat

Gejala Korupsisme Masyarakat

Nasional
KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

Nasional
PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

Nasional
Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Nasional
Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Nasional
Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com