Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Diminta Terapkan TPPU dalam Kasus Eks Sekretaris MA Nurhadi

Kompas.com - 02/12/2020, 15:50 WIB
Ardito Ramadhan,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta segera menyidik kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang melibatkan eks Sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi.

Peneliti Lokataru Foundation Meika Arista mengatakan, KPK mesti segera menindalkanjuti dugaan upaya Nurhadi menyamarkan dan menyembunyikan hasil suap dan gratifikasi.

"Inilah yang kemudian harus ditelusuri oleh KPK lebih lanjut apakah memang ada upaya untuk menyamarkan transaksi dan menyembunyikan hasil tindak pidana suap dan gratifikasi itu," kata Meika dalam diskusi yang disiarkan akun Facebook Sahabat ICW, Rabu (2/12/2020).

Baca juga: ICW Tagih Janji KPK Terapkan Pasal Perintangan Penyidikan dalam Kasus Nurhadi

Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiyono menjadi terdakwa kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait penanganan perkara di Mahkamah Agung.

Meika mengatakan, KPK memang memiliki sejumlah tantangan untuk mengusut dugaan TPPU tersebut karena sudah ada pengalihan aset dari Nurhadi dan menantunya kepada pihak lain.

Namun, menurut Meika, fakta-fakta persidangan sejauh ini telah menunjukkan adanya dugaan pencucian uang yang dilakukan Nurhadi dan Rezky dengan cara mengaburkan transaksi yang diduga berasal dari suap dan gratifikasi.

"Misalnya saja transaksi indirect yang dilakukan maksudnya transaksi diputar kemudian ditempatkan ke beberapa tempat melalui beberapa pihak yang kemudian diberikan baik dalam bentuk tunai maupun dalam bentuk lain," ujar Meika.

Kekayaan fantastis yang dimiliki Nurhadi dan Rezky, kata Meika, juga mengindikasikan adanya pencucian uang dan mestinya dapat menjadi pintu masuk bagi KPK untuk mengusut dugaan TPPU.

"Sudah ada beberapa data yang muncul di permukaan bahwa memang Nurhadi maupun Rezky herbiyono itu memiliki aset yang jumlahnya ratusan miliar, sedangkan pendapatan dari seorang Sekjen MA maupun pegawai negeri sipil itu kan tidak akan sebegitu besarnya hasilnya," kata Meika.

Baca juga: Adik Ipar Eks Sekretaris MA Nurhadi Disebut Saksi sebagai Pengacara Top

Alasan Nurhadi yang menyebut kekayaannya bersumber dari kegiatan bisnis pun sudah dibantah kesaksian saksi yang menyebut bisnis tersebut adalah bisnis fiktif.

Menurut Meika, hal itu menjadi tantangan bagi KPK dalam mengusut dugaan TPPU yang dilakukan Nurhadi.

"Pertanyaan besarnya adalah dari mana kepemilikan aset tersebut didapatkan dan kemudian bagaimana caranya KPK bisa menelusuri aset-aset yang dimiliki oleh yang bersangkutan dan membuktikan bahwa dugaan kuat adanya tindak pidana pencucian uang itu bisa terbukti lebih lanjut," kata dia.

Ia pun yakin KPK telah mengantongi daftar aset yang dimiliki Nurhadi dan menemlusuri aset-aset tersebut.

"Yang perlu dipertanyakan adalah mengapa KPK cenderung menahan untuk menaikan sprindik TPPU-nya," ujar Meika.

KPK telah membuka peluang untuk menjerat Nurhadi dengan pasal tindak pidana pencucian uang.

Namun, KPK bersikap hati-hati dalam menerapkan pasal TPPU berkaca dari kasus Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan yang dinyatakan tidak melakukan TPPU oleh majelis hakim.

"Kemarin Pak Nawawi (Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango) pernah menyampaikan kemungkinan ada TPPU, nah ini kan baru kita kumpulkan karena belajar dari kasus TCW, kita harus hati-hati terhadap pengenaan pasal TPPU," kata Deputi Penindakan KPK Karyoto dalam konferensi pers, Kamis (22/10/2020).

Baca juga: Saksi Ungkap Gaya Hidup Mewah dan Usaha Fiktif Menantu Eks Sekretaris MA Nurhadi

Karyoto mengatakan, Nurhadi akan dikenakan pasal TPPU jika KPK berhasil membuktikan tindak pidana asal atau predicate crime.

"Kalau kita mendapatkan tindak pidana asal atau 'predicate crime'-nya, tentunya akan kita naikkan lagi dengan kasus TPPU," ujar Karyoto.

Adapun dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi, Nurhadi dan Rezky didakwa menerima suap senilai Rp 45,7 miliar dari Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal Hiendra Soenjoto dan gratifikasi senilai Rp 37,2 miliar dari sejumlah pihak yang berperkara di lingkungan pengadilan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Nasional
Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Nasional
TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

Nasional
Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
 Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Nasional
Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Nasional
RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

Nasional
 Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Nasional
Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Nasional
Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang 'Toxic', Jokowi: Benar Dong

Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang "Toxic", Jokowi: Benar Dong

Nasional
Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Nasional
Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Nasional
Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tersenyum lalu Tertawa

Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tersenyum lalu Tertawa

Nasional
Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com