Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MK Tolak Uji Materi UU Wabah Penyakit Menular dan UU Kekarantinaan Kesehatan

Kompas.com - 26/11/2020, 11:32 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi Pasal 9 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular dan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. 

Mahkamah menilai, pokok permohonan yang diajukan oleh Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia (MHKI) ini tidak beralasan menurut hukum.

"Menolak permohonan para pemohon untuk selain dan selebihnya," kata Ketua MK Anwar Usman saat membacakan putusan dalam persidangan yang ditayangkan YouTube MK RI, Rabu (25/11/2020). 

Baca juga: Tiga Advokat Ajukan Permohonan Uji Materi UU Cipta Kerja ke MK

MK menolak permintaan pemohon untuk mengubah frasa "wajib" dalam Pasal 9 Ayat (1) UU Wabah Penyakit Menular menjadi "dapat".

Selengkapnya pasal itu mengatur, "Kepada para petugas tertentu yang melaksanakan upaya penanggulangan wabah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dapat diberikan penghargaan atas risiko yang ditanggung dalam melaksanakan tugasnya."

Menurut MK, dalil para pemohon yang menyatakan tidak adanya kejelasan perlindungan hukum bagi tenaga kesahatan yang menanggulangi pandrmi Covid-19 karena tidak adanya frasa "wajib" adalah tidak berdasar.

Sebab, Pasal 9 UU tersebut telah mengatur pemberian penghargaan kepada tenaga kesehatan berupa jaminan insentif dan santunan kematian melalui regulasi turunan. Bahkan, tenaga kesehatan juga memungkinkan dianugerahi bintang jasa.

Baca juga: DPP K-SBSI Ajukan Uji Materi UU Cipta Kerja ke MK

 

MK berpandangan, penggunaan frasa "dapat" pelaksanaannya dapat menjadi wajib jika ada faktor-faktor yang mengharuskan. Oleh karenanya, frasa ini dinilai sudah tepat.

"Bagaimanapun juga selama peraturan ini mengikat pemerintah serta aparat di dalamnya untuk melaksanakannya, maka sesungguhnya dengan sendirinya penghargaan kepada petugas yang terdampak pandemi Covid-19 telah menjadi prioritas dengan didasarkan pada aturan pelaksana yang dimandatkan oleh UU a quo," ujar Hakim Wahiduddin Adams.

Selain itu, MK juga menolak permintaan pemohon untuk memaknai lebih lanjut Pasal 6 UU Kekarantinaan Kesehatan.

Selengkapnya, pasal tersebut mengatur, "Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab terhadap ketersediaan sumber daya yang diperlukan dalam penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan." 

Baca juga: MK Tegaskan Anggota Legislatif Harus Mundur jika Ditetapkan sebagai Calon Kepala Daerah

Dalam petitumnya, pemohon meminta MK menyatakan pasal tersebut bertentangan dengan konstitusi sepanjang frasa "ketersediaan sumber daya yang diperlukan" tidak dimaknai sebagai ketersediaan APD, insentif bagi tenaga yang menangani pandemi, santunan bagi keluarga tenaga kesehatan yang gugur, dan sumber daya pemeriksaan Covid-19 yang cukup.

Namun, jika pasal tersebut dimaknai sebagaimana permintaan pemohon, justru akan menimbulkan ketidakpastian hukum lantaran terjadi redundancy (pengulangan).

MK menegaskan, "sumber daya" yang dimaksud dalam Pasal 6 UU Kekarantinaan Kesehatan telah diatur dalam Pasal 71 sampai dengan Pasal 78, khususnya Pasal 72 Ayat (3) UU yang sama.

"Jika petitum para pemohon tersebut dikabulkan, justru akan menimbulkan kerugian di masyarakat secara luas karena berdampak pada ketidakmaksimalam upaya mencegah dan menangkal keluar atau masuknya penyakit dan/atau faktor risiko kesehatan masyarakat karena pemerintah menjadi tidak berkewajiban lagi untuk menyediakan fasilitas kekarantinaan kesehatan, misalnya rumah sakit, sediaan farmasi misalnya obat-obatan, dan perbekalan kesehatan lainnya, padahal hal demikian menjadi tanggung jawab negara sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 34 Ayat (3) UUD 1945," ujar Hakim Enny Nurbaningsih.

Baca juga: Satu Gugatan Judicial Review UU Cipta Kerja Ditarik dari MK

 

Atas alasan-alasan tersebut, permohonan pemohon dinilai tak beralasan menurut hukum.

"Menimbang bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan hukum di atas, Mahkamah berpendapat bahwa dalil para Pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya," kata Enny.

Namun demikian, terjadi dissenting opinion atau perbedaan pendapat dalam putusan ini. Tiga dari sembilan Hakim Konstitusi yakni Aswanto, Suhartoyo dan Saldi Isra memiliki pendapat yang berbeda terkait frasa "dapat" dalam Pasal 9 Ayat (1) UU Wabah Penyakit Menular.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Nasional
TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

Nasional
Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Nasional
PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

Nasional
Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Nasional
Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Nasional
Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Nasional
PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

Nasional
Sandiaga Usul PPP Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Mardiono: Keputusan Strategis lewat Mukernas

Sandiaga Usul PPP Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Mardiono: Keputusan Strategis lewat Mukernas

Nasional
Rakernas PDI-P Akan Rumuskan Sikap Politik Usai Pilpres, Koalisi atau Oposisi di Tangan Megawati

Rakernas PDI-P Akan Rumuskan Sikap Politik Usai Pilpres, Koalisi atau Oposisi di Tangan Megawati

Nasional
Bareskrim Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Terkait Kasus Dokumen RUPSLB BSB

Bareskrim Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Terkait Kasus Dokumen RUPSLB BSB

Nasional
Lempar Sinyal Siap Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Kita Ingin Berbuat Lebih untuk Bangsa

Lempar Sinyal Siap Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Kita Ingin Berbuat Lebih untuk Bangsa

Nasional
Anies: Yang Lain Sudah Tahu Belok ke Mana, Kita Tunggu PKS

Anies: Yang Lain Sudah Tahu Belok ke Mana, Kita Tunggu PKS

Nasional
Nasdem: Anies 'Top Priority' Jadi Cagub DKI

Nasdem: Anies "Top Priority" Jadi Cagub DKI

Nasional
Sekjen PDI-P: Banyak Pengurus Ranting Minta Pertemuan Megawati-Jokowi Tak Terjadi

Sekjen PDI-P: Banyak Pengurus Ranting Minta Pertemuan Megawati-Jokowi Tak Terjadi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com