Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

8 Poin UU Cipta Kerja yang Disorot Buruh, dari Sistem Kerja Kontrak hingga Alasan PHK

Kompas.com - 03/11/2020, 16:49 WIB
Achmad Nasrudin Yahya,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo telah menandatangani Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang terdiri atas 1.187 halaman.

Sejak disetujui oleh DPR dan pemerintah menjadi undang-undang dalam Rapat Paripurna Senin (5/10/2020), aturan sapu jagat ini mendapat kritik dari kelompok pekerja atau buruh dan akademisi.

Sebab, sejumlah ketentuan dalam klaster ketenagakerjaan dinilai akan memangkas dan menghilangkan hak buruh.

Baca juga: UU Cipta Kerja Berlaku, Ini Pasal-pasal Kontroversial di Klaster Ketenagakerjaan

Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP) mencatat delapan poin yang menunjukkan bahwa UU Cipta Kerja tidak berpihak pada kelompok pekerja.

"Setelah membaca undang-undang nir-partisipasi tersebut, kami menemukan setidaknya delapan bentuk serangan terhadap hak-hak buruh yang dilegitimasi secara hukum," ujar Ketua Umum FBLP Jumisih dalam keterangannya kepada Kompas.com, Selasa (6/10/2020).

Delapan poin itu tak mengalami perubahan sejak draf UU Cipta Kerja disetujui dalam Rapat Paripurna hingga diteken oleh Presiden Jokowi.

1. Masifnya sistem kerja kontrak

Pasal 81 angka 15 UU Cipta Kerja mengubah ketentuan Pasal 59 pada UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Pasal 81 angka 15 UU Cipta Kerja menyebut, pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama.

Penggunaan frasa "tidak terlalu lama" mengubah ketentuan soal batas waktu pekerjaan yang penyelesaiannya "tiga tahun" sebagai salah satu kriteria Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).

Baca juga: UU Cipta Kerja Disahkan, Kerja Kontrak dan Outsourcing Diprediksi Makin Menggurita

Hal ini diyakini akan membuat pengusaha leluasa menafsirkan frasa "tidak terlalu lama" dan makin menipisnya kepastian kerja bagi buruh.

Demikian juga perpanjangan PKWT yang selanjutnya akan diatur Peraturan Pemerintah (PP).

Dengan skema perpanjangan melalui PP, maka aturan yang akan dibentuk berpotensi memperburuk jaminan kepastian kerja.

2. Praktik outsourcing kian meluas

UU Cipta Kerja tidak mengatur batasan kriteria pekerjaan yang dapat dipekerjakan secara alih daya atau outsourcing.

Berdasarkan UU Ketenagakerjaan, outsourcing hanya dapat dilakukan jika suatu pekerjaan terlepas dari kegiatan utama atau terlepas dari kegiatan produksi.

Sedangkan, UU Cipta Kerja tidak memberikan batasan demikian. Akibatnya, praktik outsourcing diprediksi makin meluas.

Baca juga: UU Cipta Kerja Berlaku, Semua Jenis Pekerjaan Terancam Sistem Outsourcing

Selain itu, dalam UU Cipta Kerja juga hanya mengatur peralihan perlindungan pekerja pada perusahaan penyedia jasa atau vendor lain. Hal ini sebagaimana amanat Putusan Mahkamah Kontitusi (MK) Nomor 27/PUU-IX/2011.

Sementara, peralihan hubungan kerja dari vendor ke perusahaan pemberi kerja sebagaimana diatur UU Nomor 13 Tahun 2003 tidak tercantum dalam UU Cipta Kerja.

Alhasil, peluang agar hubungan kerja pekerja outsourcing beralih ke perusahaan pemberi kerja makin kecil.

3. Jam lembur semakin eksploitatif

Dalam UU Cipta Kerja, batasan maksimal jam lembur dari tiga jam dalam sehari dan 14 jam dalam sepekan, menjadi empat jam dalam sehari dan 18 jam dalam seminggu.

Baca juga: Buruh Resmi Ajukan Judicial Review UU Cipta Kerja ke MK

Selain akan berakibat pada kesehatan buruh, besaran upah lembur yang diterima juga tidak akan sebanding.

Mengingat, upah minimum yang menjadi dasar penghitungan upah lembur didasarkan pada mekanisme pasar berdasarkan PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.

4. Berkurangnya hak istirahat dan cuti

Dalam UU Cipta Kerja, istirahat bagi pekerja hanya diperoleh sekali dalam sepekan.

Dengan demikian, pengusaha tidak mempunyai kewajiban untuk memberikan waktu istirahat selama dua hari kepada pekerja yang telah bekerja selama lima hari dalam sepekan.

Baca juga: Kajian Amnesty Terkait RUU Cipta Kerja: Hilangnya Hak Cuti Berbayar hingga Turunnya Upah

Apalagi, dalam UU Cipta Kerja juga buruh dapat dikenakan wajib lembur.

Selain itu, UU Cipta Kerja juga menghilangkan hak cuti panjang selama dua bulan bagi buruh yang telah bekerja minimal selama enam tahun.

5. Terkikisnya peran gubernur

Pasal 88C UU Cipta Kerja mengatur bahwa gubernur "dapat" menetapkan upah minimum kabupaten/kota. Artinya, tidak ada kewajiban hukum bagi gubernur untuk menetapkan UMK.

Dengan demikian, kepastian adanya jaminan upah minimum yang selama ini dinarasikan sebagai "jaring pengaman sosial" terancam.

Ketentuan pengupahan yang termuat dalam PP Nomor 78 Tahun 2015 juga diadopsi oleh UU Cipta Kerja yang mengakibatkan makin kokohnya cengkeraman mekanisme pasar dalam penentuan upah.

6. Hilangnya peran negara

Dalam UU Ketenagakerjaan terdapat kewajiban pengusaha untuk meminta penetapan peran negara melalui lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial saat melakukan PHK kepada buruh.

Hal ini, kendati sering dilanggar, penting untuk memastikan terpenuhinya hak-hak buruh saat terjadi PHK. Namun, UU Cipta Kerja menghapuskan ketentuan tersebut.

7. Berkurangnya nilai pesangon

UU Cipta Kerja mengurangi skema pembayaran pesangon bagi pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) maksimal 32 kali gaji.

Baca juga: UU Cipta Kerja Disebut KSPI Mengurangi Nilai Pesangon Buruh

Berdasarkan aturan tersebut, pekerja yang terkena PHK kini hanya mendapat 25 kali upah dengan rincian 19 kali dibayar pengusaha dan 6 kali dibayar Jaminan Kehilangan Pekerjaan yang ditanggung BPJS Ketenagakerjaan.

8. Alasan PHK

Buruh rentan mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK), salah satunya ketika mengalami kecelakaan kerja.

Pasal 81 angka 42 UU Cipta Kerja menyisipkan Pasal 154A mengenai alasan pemutusan pemutusan hubungan kerja. Salah satu alasannya yakni pekerja/buruh mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 bulan.

Sementara, pasal 172 UU Ketenagakerjaan menyatakan buruh berhak atas dua kali pesangon jika mengalami PHK karena sakit berkepanjangan melebihi 12 bulan.

Namun, ketentuan ini dihapus melalui UU Cipta Kerja.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com