Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banyak Penolakan, Pemerintah Diminta Tunda Pemberlakuan UU Cipta Kerja

Kompas.com - 23/10/2020, 09:44 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah diminta menunda pemberlakukan omnibus law Undang-undang Cipta Kerja karena adanya penolakan publik yang begitu masif. Dengan demikian, pemerintah dapat melibatkan kelompok masyarakat untuk membahas pasal-pasal yang dinilai bermasalah selama masa penundaan.

"Sebaiknya pemerintah menunda saja pemberlakuan UU Cipta Kerja ini sembari secara bersama-sama kita perbaiki dalam tenggat waktu satu atau dua tahun ke depan," kata Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas melalui keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Kamis (22/10/2020).

Baca juga: Draf UU Cipta Kerja yang Terus Berubah-ubah, Terbaru 1.187 Halaman

 

Anwar meyakini UU Cipta Kerja memiliki tujuan yang baik. Namun demikian, prosedur dan substansinya masih banyak bermasalah. Hal ini mengundang reaksi yang cukup luas dari para buruh, ormas-ormas Islam, perguruan tinggi dan lainnya, hingga memicu unjuk rasa di berbagai daerah.

Bahkan, di sejumlah wilayah, aksi demonstrasi berujung pada kerusuhan yang disertai tindakan brutal aparat keamanan.  Menurut Anwar, kekerasan yang dilakukan aparat menimbulkan ketakutan sekaligus kemarahan masyarakat.

"Keadaan itu tentu saja tidak baik bagi negeri ini karena hal demikian tidak ubahnya seperti api di dalam sekam, sehingga tidak mustahil pada waktunya nanti api ini akan menyala dan membakar seluruh bangunan bangsa ini dan itu tentu saja tidak kita inginkan," ujar Anwar.

Baca juga: MUI dan Muhammadiyah Terima Draf UU Cipta Kerja Terbaru, Tebalnya 1.187 Halaman

 

Anwar menilai penundaan pemberlakuan UU Cipta Kerja menjadi pilihan bijak. Selama 1 sampai 2 tahun, diharapkan pasal-pasal dalam UU Cipta yang bermasalah dapat diperbaiki dan menguntungkan seluruh pihak baik buruh, pengusaha, juga lingkungan hidup.

Dengan demikian, seluruh pihak akan diterima masyarakat luas dan tidak lagi terjadi penolakan.

"Bila UU ini dengan segala cacat dan kekurangannya tersebut tetap dipaksakan pemberlakuannya maka tentu tidak mustahil dia akan bisa merusak semua yang kita inginkan dan cita-citakan tersebut dan itu  tentu saja jelas tidak kita harapkan," kata Anwar.

Baca juga: Waketum MUI Minta Jokowi Tunda Pelaksanaan UU Cipta Kerja

Sejak Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja disetujui menjadi undang-undang oleh DPR dan pemerintah dalam Rapat Paripurna pada 5 Oktober 2020, muncul penolakan dari berbagai kelompok masyarakat sipil.

Pengesahan UU tersebut menimbulkan kontroversi karena pasal-pasal di dalamnya dinilai merugikan masyarakat, khususnya para pekerja atau buruh. Selain itu, proses penyusunan dan pembahasannya pun dianggap tertutup dari publik.

Aksi demonstrasi terjadi di sejumlah daerah. Di beberapa daerah, aksi unjuk rasa berujung rusuh.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com