JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Alimatul Qibtiyah menilai, masih ada permasalahan yang belum diselesaikan dalam masa satu tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin.
Salah satunya, menurut dia, adalah menuntaskan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) masa lalu, khususnya terhadap perempuan.
"Belum lagi, perihal kondisi perempuan korban pelanggaran HAM masa lalu yang terkesan terkatung-katung," kata Alimatul melalui keterangan tertulis dalam website resmi Komnas Perempuan, Kamis (22/10/2020).
Baca juga: Setahun Jokowi-Maruf, Implementasi Kebijakan soal Kesetaraan Gender Dinilai Masih Jadi Persoalan
"Kondisi serupa dihadapi oleh perempuan korban intoleransi agama, yang dalam pantauan Komnas Perempuan jumlah komunitas terdampak terus bertambah di tahun 2020," lanjut dia.
Selain itu, pemerintahan Jokowi-Ma'ruf juga dinilai belum menyelesaikan upaya optimal dalam mengatasi kebijakan diskriminatif atas nama otonomi daerah yang bisa merugikan perempuan.
"Upaya optimal dalam mengatasi kebijakan diskriminatif atas nama otonomi daerah yang menghadirkan kerugian tidak proporsional pada perempuan," ujar dia.
Alimatul juga menilai implementasi kebijakan yang memuat pendekatan kesetaraan gender masih menjadi masalah dalam setahun pemerintahan Jokowi-Ma'ruf.
Ia mengatakan, ketidaksetaraan gender itu tampak dari sejumlah kegiatan di tingkat kementerian yang mayoritas diisi laki-laki.
Serta juga terlihat dari minimnya jumlah perempuan dalam proses seleksi sejumlah lembaga independen oleh panitia seleksi, yang keanggotaan dari panitia tersebut ditunjuk Presiden.
"Juga, dalam lambannya penanganan pandemi Covid-19 dalam menyikapi kerentanan perempuan, seperti dalam hal kebijakan terkait layanan kesehatan reproduksi, termasuk kehamilan, melahirkan, dan keluarga berencana," ujarnya.
Ia menuturkan, kajian Komnas Perempuan mengenai dinamika keluarga di masa pandemi menunjukkan bahwa beban perempuan berlipat daripada laki-laki selama masa pandemi.
Hal ini, lanjut Alimatul, berkaitan dengan relasi di dalam keluarga yang masih dipengaruhi budaya patriarki.
"Upaya mengoreksi konstruksi ini tampaknya masih kurang masif dan efektif," ungkapnya.
Baca juga: Setahun Jokowi-Maruf dan Baik Buruknya Kebijakan soal Perempuan...
"Yang dilakukan melalui program di Kemen PPPA, bimbingan pra nikah di Kementerian Agama, dan integrasi pemahaman HAM dan gender di dalam pendidikan nasional dalam bimbingan Kementerian Pendidikan," kata dia.
Alimatul mengatakan, hal ini menunjukkan adanya kebutuhan mendesak bagi pemerintah untuk mengembangkan kebijakan mengenai langkah afirmasi.
Kebijakan itu untuk mencapai kesetaraan dan keadilan, sebagaimana dimandatkan dalam konstitusi.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.