Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

JPU Minta Majelis Hakim Tolak Eksepsi Jaksa Pinangki

Kompas.com - 21/10/2020, 17:14 WIB
Devina Halim,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa penuntut umum (JPU) meminta majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta untuk menolak eksepsi terdakwa Jaksa Pinangki Sirna Malasari.

JPU juga meminta agar majelis hakim melanjutkan pemeriksaan terhadap Pinangki, yang merupakan terdakwa dalam kasus dugaan korupsi kepengurusan fatwa untuk Djoko Tjandra di Mahkamah Agung.

"Kami penuntut umum meminta agar majelis hakim untuk menolak eksepsi terdakwa Pinangki Sirna Malasari dan menyatakan surat dakwaan yang telah kami bacakan telah memenuhi syarat serta melanjutkan pemeriksaan terhadap terdakwa Pinangki Sirna Malasari," kata JPU K.M.S. Roni, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (21/10/2020) seperti dikutip dari ANTARA.

Roni mengatakan, surat dakwaan yang disusun JPU telah memuat seluruh unsur pasal, baik dakwaaan primer maupun subsider.

Baca juga: Komisi Kejaksaan Dalami Laporan ICW terhadap 3 Jaksa Penyidik Kasus Pinangki

JPU juga berpandangan pihaknya telah merinci tindak pidana yang diduga dilakukan Pinangki.

"Surat dakwaan sudah menjelaskan secara lengkap rincian perbuatan dan menyebutkan keterangan waktu yang lengkap tempat terjadinya tindak pidana," tuturnya.

JPU mengungkapkan, perbuatan yang didakwakan berdasarkan alat bukti. Untuk itu, menurut JPU, tidak ada alasan bagi kuasa hukum Pinangki mengatakan dakwaan tidak cermat, jelas, dan lengkap.

Apalagi, katanya, Pinangki menyatakan mengerti saat dakwaan dibacakan.

"Sangat berlebihan bila penasihat hukum mendalilkan bahwa surat dakwaan tidak jelas dan lengkap mengingat pada waktu JPU sesesai membacakan dakwaan kemudian majelis menanyakan kepada terdakwa apakah terdakwa mengerti dakwaan JPU, saat itu terdakwa mengatakan mengerti apa yang didakwakan JPU," tutur Roni.

Baca juga: Eksepsi Jaksa Pinangki: Bantahan, Permintaan Maaf, hingga Pengakuan soal Peninggalan Suami

Atas tanggapan jaksa, majelis hakim akan langsung menjatuhkan putusan sela pada hari ini.

Dalam kasus ini, Pinangki didakwa menerima uang 500.000 dollar Amerika Serikat dari Djoko Tjandra, melakukan tindak pidana pencucian uang, dan melakukan pemufakatan jahat.

Uang yang diduga diterima Pinangki dari Djoko Tjandra tersebut terkait kepengurusan fatwa di Mahkamah Agung (MA).

Fatwa itu menjadi upaya Djoko Tjandra agar tidak dieksekusi dalam kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali sehingga ia dapat kembali ke Indonesia tanpa menjalani vonis dua tahun penjara.

Baca juga: Melalui Surat, Jaksa Pinangki Minta Maaf kepada Jaksa Agung dan Eks Ketua MA

Atas perbuatannya, Pinangki dijerat Pasal 5 ayat 2 jo Pasal 5 ayat (1) huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor subsider Pasal 11 UU Tipikor.

Dari jumlah yang ia terima, Pinangki memberikan 50.000 dollar AS kepada rekannya dalam kepengurusan fatwa tersebut, Anita Kolopaking.

Sementara, sisanya sebesar 450.000 dollar AS digunakan untuk keperluan pribadi Pinangki.

Pinangki membeli mobil BMW X-5, membayar dokter kecantikan di Amerika Serikat, menyewa apartemen atau hotel di New York, membayar tagihan kartu kredit, serta membayar sewa dua apartemen di Jakarta Selatan.

Oleh sebab itu, Pinangki juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Pinangki dijerat Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Nasional
Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Nasional
Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Nasional
Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Nasional
Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Nasional
Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Nasional
Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Nasional
Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Nasional
9 Kabupaten dan 1 Kota  Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

9 Kabupaten dan 1 Kota Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

Nasional
KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat 'Dirawat Sampai Sembuh'

KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat "Dirawat Sampai Sembuh"

Nasional
BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

Nasional
BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

Nasional
PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

Nasional
KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Pungli

KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Pungli

Nasional
BNPB: 4 Orang Luka-luka Akibat Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut

BNPB: 4 Orang Luka-luka Akibat Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com