Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setahun Jokowi-Ma'ruf, Pemerintah Diminta Lebih Mendengar Suara Rakyat

Kompas.com - 20/10/2020, 09:13 WIB
Tsarina Maharani,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Guru Besar Hukum Tata Negara (HTN) Universitas Parahyangan, Asep Warlan Yusuf menilai, pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin saat ini terkesan abai dengan suara rakyat.

Menurutnya, berbagai kebijakan negara, seperti pembentukan Undang-Undang Cipta Kerja, ditentukan tanpa partisipasi publik. Ia pun mendorong agar Presiden dapat menerima kritik dan membuka ruang dialog.

Hal ini ia sampaikan sebagai catatan satu tahun kepemimpinan Jokowi-Ma'ruf yang jatuh tepat hari ini.

Baca juga: Sulitnya Mengakses Dokumen Penyusunan dan Draf Final UU Cipta Kerja...

"Penting betul presiden mengubah strategi komunikasi publiknya agar lebih mendengarkan apa yang disuarakan masyarakat, tokoh, ormas-ormas, dan sebagainya," kata Asep saat dihubungi, Selasa (20/10/2020).

Asep berpendapat, saat ini Jokowi sibuk mengejar target pemerintahan, khususnya di bidang ekonomi dan investasi. Namun, Asep menilai, Jokowi telah salah mengambil jalan ketika justru meminggirkan pelibatan publik.

"Setuju bahwa ekonomi penting, tapi mereka salah jalan, salah paradigma, dan salah kerja mereka (misalnya) membuat UU di bidang perekonomian. Jadi memakai jalan pintas," ujarnya.

Situasi ini kemudian diperburuk dengan sikap DPR yang selalu sepakat dengan pemerintah. Pasalnya, tujuh dari sembilan fraksi di DPR merupakan partai pendukung pemerintah.

Asep mengatakan, semestinya DPR mampu melahirkan proses kritis terhadap jalannya roda pemerintahan.

"Sayangnya posisi DPR lemah. Jadi tidak ada kontrol efektif dari DPR sehingga lahir UU yang menuai polemik," kata dia.

Baca juga: MUI: Kami Minta Perppu Batalkan UU Cipta Kerja, Presiden Bilang Tidak Bisa

Pada akhirnya, pemerintah dan DPR kompak mengabaikan suara publik dalam proses pembentukan undang-undang.

Ia pun mendorong agar DPR memprioritaskan produk legislasi yang memang betul-betul dibutuhkan dan diinginkan masyarakat.

"Mereka bisa membuat, misalnya, ALMA, aspirative legislation making act. Itu harus dibuat, jadi jelas bahwa mereka memiliki komitmen yang bagus, membuat UU yang aspiratif sehingga masyarakat melihat iktikad baik," ujar Asep.

Selain itu, Asep mengingatkan bahwa target ekonomi bukan segalanya.

Menurut dia, Presiden tidak perlu terus-terusan bicara soal ekonomi atau investasi yang justru dapat menimbulkan kecurigaan dari masyarakat. Ia mengatakan, saat ini yang perlu dibangun pemerintah adalah kepercayaan publik.

"Bangun kepercayaan publik, jadi jangan selalu bicara ekonomi atau investasi terhambat. Orang akan berpikir bahwa pemerintah bisa diarahkan kepentingan asing atau investor, bukan atas kepentingan rakyat," ucap Asep.

"Jadi ubah dengan mengatakan bahwa pemerintah tidak dalam posisi ditekan siapapun dan tidak mengarah pada kepentingan investor atau asing," tuturnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

9 Kabupaten dan 1 Kota  Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

9 Kabupaten dan 1 Kota Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

Nasional
KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat 'Dirawat Sampai Sembuh'

KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat "Dirawat Sampai Sembuh"

Nasional
BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

Nasional
BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

Nasional
PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

Nasional
KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Pungli

KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Pungli

Nasional
BNPB: 4 Orang Luka-luka Akibat Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut

BNPB: 4 Orang Luka-luka Akibat Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut

Nasional
Prahara di KPK: Usai Laporkan Albertina Ho, Nurul Ghufron Dilaporkan Novel Baswedan Cs Ke Dewas

Prahara di KPK: Usai Laporkan Albertina Ho, Nurul Ghufron Dilaporkan Novel Baswedan Cs Ke Dewas

Nasional
BNPB: Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut Rusak 27 Unit Rumah, 4 di Antaranya Rusak Berat

BNPB: Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut Rusak 27 Unit Rumah, 4 di Antaranya Rusak Berat

Nasional
Tanggal 1 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 1 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 30 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 30 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Nasional
Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Nasional
TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

Nasional
Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com