Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemilu 5 Kotak Suara Dinilai Membuat Pemilih Tak Rasional

Kompas.com - 15/10/2020, 16:04 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menyebut, ada sejumlah persoalan yang muncul ketika pemilihan umum digelar dengan menyerentakkan 5 kotak suara.

Pemilu 5 kotak suara terjadi di tahun 2019, menggabungkan Pilpres, pemilihan anggota DPD, DPR RI, DPRD provinsi, serta DPRD kabupaten/kota.

"Pemilu lima kotak itu adalah penyelenggaraan praktik elektoral yang sangat berat, kompleks, rumit dan cenderung membuat pemilih tidak rasional," kata Titi dalam sebuah diskusi virtual, Kamis (15/10/2020).

Baca juga: Perludem Nilai Putusan MK Bukan Berarti Pemilu Harus 5 kotak Suara

Menurut Titi, pemilih menjadi tidak rasional di Pemilu 5 kotak suara karena atensi mereka hanya bertumpu pada Pilpres.

Dengan demikian, perhatian yang diberikan kepada pemilu legislatif menjadi minim.

Hal itu, kata Titi, dibuktikan dari tingginya jumlah surat surat suara tidak sah pada pemilihan DPD dan DPRD akibat tak dicoblos atau dicoblos lebih dari satu kali.

"Ini akibat distribusi isu yang tidak setara dan didominasi oleh Pilpres," ujarnya.

Baca juga: Putusan MK Mungkinkan Pemilu Digelar dengan 5 Kotak Suara Lagi

Selain itu, lanjut Titi, yang paling ironis adalah penyelenggara pemilu yang mengalami kelelahan. Pada Pemilu 2019, terdapat lebih dari 500 penyelenggara pemilu yang tutup usia.

Hal ini terjadi karena diduga penyelenggara mengalami kelelahan dalam penyelenggaraan pemilihan.

"Selain juga ini ada kontribusi dari kegagalan menangkap dampak teknis dari pemilihan 5 kotak," kata Titi.

Untuk mencegah terulangnya hal tersebut, Perludem mengusulkan agar pemilu digelar dalam dua model.

Baca juga: Meski MK Bisa Ubah Tafsir, Parpol Diharap Patuhi Putusan Pemilu Serentak

Pertama, pemilu serentak nasional untuk memilih presiden dan wakil presiden, anggota DPR dan DPD.

Kemudian, dua tahun pasca pemilu serentak nasional, dilakukan pemilu lokal yang menggabungkan pemilihan kepala daerah, anggota DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota.

Mekanisme pemilu yang demikian dinilai lebih rasional dan dapat mengatasi persoalan-persoalan yang muncul ketika pemilu digelar membarengkan 5 kotak suara.

"Dan model ini adalah konstitusional karena dibenarkan oleh Putusan MK nomor 55/PUU-XVV/2019," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com