JAKARTA, KOMPAS.com - Polisi menangkap delapan orang, yang sebagian besar merupakan petinggi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), terkait unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja yang bergulir sejak pekan lalu.
Di sejumlah daerah, aksi berujung kericuhan.
Pada Selasa (13/10/2020) pagi, polisi awalnya mengonfirmasi penangkapan tiga petinggi KAMI yang terdiri dari Anton Permana, Syahganda Nainggolan, dan Jumhur Hidayat.
Syahganda merupakan anggota Komite Eksekutif KAMI. Kemudian, Anton dan Jumhur merupakan petinggi KAMI.
Adapun Anton ditangkap di daerah Rawamangun pada 12 Oktober 2020. Lalu, pada Selasa (13/10/2020), polisi menangkap Syahganda di Depok dan Jumhur di Jakarta Selatan.
Baca juga: Polisi Sebut Petinggi KAMI Ditangkap karena Sebarkan Narasi Permusuhan
Ternyata, penangkapan dilakukan terhadap total delapan orang terkait aksi menolak UU Cipta Kerja yang berujung ricuh.
Selain ketiga orang itu, polisi menangkap Ketua KAMI Medan Khairi Amri, JG, NZ, dan WRP di kawasan Sumatera Utara selama 9-12 Oktober 2020.
Lalu, polisi menangkap KA di Tangerang Selatan pada 10 Oktober 2020.
Polisi baru memberikan keterangan lebih lanjut perihal kasus yang menjerat delapan orang tersebut pada Selasa sore.
Menurut polisi, mereka ditangkap atas dugaan penghasutan serta menyebarkan ujaran kebencian berdasarkan SARA.
Baca juga: Polisi Belum Tetapkan Status Hukum 3 Petinggi KAMI Pusat
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Awi Setiyono mengatakan, hasutan tersebut diduga menyebabkan peserta demonstrasi menolak UU Cipta Kerja bertindak anarkistis.
"Garis besarnya itu tadi, memberikan informasi yang membuat rasa kebencian dan permusuhan terhadap individu atau kelompok berdasarkan SARA dan penghasutan,” kata Awi di Gedung Bareskrim, Jakarta Selatan, Selasa (13/10/2020).
“Penghasutan tentang apa? Ya tadi, penghasutan tentang pelaksanaan demo omnibus law yang berakibat anarkis,” sambung dia.
Baca juga: Perjalanan Jumhur Hidayat: Diberhentikan SBY, Dukung Jokowi, hingga Aktif di KAMI
Mereka diduga melanggar Pasal 45 A Ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE dan/atau Pasal 160 KUHP tentang Penghasutan.
Awi mengatakan, ancaman pidananya lebih dari lima tahun.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.