JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyampaikan sejumlah rekomendasi untuk mencegah terjadinya praktik korupsi dan kecurangan di tengah penyelenggara Pilkada serentak 2020.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan, rekomendasi yang pertama ialah berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
"PPATK sebagai analis transaksi keuangan tentu kemudian memiliki kemampuan untuk men-trace transaksi-transaksi keuangan yang memungkinkan digunakan sebagai money politic," kata Ghufron dalam konferensi pers, Jumat (11/9/2020).
Baca juga: Korupsi Dana Desa Rp 569 Juta, Mantan Kades Divonis 5 Tahun Penjara
Peluang terjadinya politik uang dalam Pilkada 2020 terbilang cukup besar bila melihat kajian KPK yang menunjukkan sekitar 82 persen calon kepala daerah didanai oleh sponsor.
"Ada sekitar 82 persen calon-calon kepala daerah itu didanai sponsor, tidak didanai oleh dirinya. Itu menunjukkan nanti ada aliran-aliran dana dari sponsor kepada calon kepala daerah," kata ujar Ghufron.
Kedua, membuat peta risiko praktik korupsi atau penyimpangan dalam penyelenggara pilkada berdasarkan karakteristik wilayah.
Ghufron mengatakan, pemetaan itu diperlukan karena karakteristik kerawanan di setiap daerah pasti berbeda.
Baca juga: ICW Catat 22 Jaksa Terjerat Korupsi Lima Tahun Terakhir
Ketiga, pengawasan ketat atas dana bantuan khususnya penyalahgunaan anggaran dan distribusi bantuan sosial.
Menurut Ghufron, kondisi pandemi Covid-19 saat ini kerap dimanfaatkan calon kepala daerah petahana untuk mengobral bantuan-bantuan sosial.
Larangan menempel materi kampanye seperti foto atau jargon calon kepala daerah pada bantuan sosial dinilai masih bisa diakali oleh para petahana dengan memperbanyak bantuan bagi masyarakat.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.