Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Persoalan Calon Tunggal di Pilkada Menurut Bawaslu: Mahar hingga Politik Uang

Kompas.com - 09/09/2020, 16:19 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Ratna Dewi Pettalolo mengatakan, keberadaan pasangan calon tunggal pada pemilihan kepala daerah (Pilkada) akan memunculkan persoalan.

Persoalan yang berpotensi muncul mulai dari praktik mahar politik hingga politik uang.

"Pertama adalah mahar politik. Dengan karakteristik yang didukung oleh banyak parpol, ada kemungkinan terjadinya mahar politik," kata Ratna dalam diskusi virtual, Rabu (9/9/2020).

Baca juga: Bawaslu Pesimistis Potensi Calon Tunggal Pilkada 2020 Menurun

Menurut Ratna, mereka yang maju sebagai pasangan calon tunggal umumnya memiliki akses sumber daya yang besar, baik sumber daya uang maupun kekuasaan.

Melalui mahar politik, mereka mampu "memborong" dukungan atau rekomendasi partai politik untuk maju Pilkada.

Oleh karenanya, mayoritas parpol dapat dikondisikan untuk mendukung pencalonan figur tersebut di Pilkada sehingga menutup peluang munculnya pasangan calon lain.

"Sehingga menutup ruang ruang untuk mendapat akses yang sama dan kemudian bisa ikut di dalam kompetisi pemilihan tahun 2020," ujar Ratna.

Baca juga: Perludem: Ada Potensi Calon Tunggal di 31 Daerah Penyelenggara Pilkada

Tidak hanya itu, dengan akses sumber daya yang besar, calon tunggal juga rawan melakukan praktik politik uang.

Menurut Ratna, angka pelanggaran politik uang dari pemilihan ke pemilihan cukup tinggi. Padahal, ia yakin, angka tersebut belum menggambarkan seluruh praktik politik uang di suatu pemilihan.

"Misalnya untuk calon tunggal yang kemudian juga plus petahana, akses untuk mobilisasi pemilih, kemudian melakukan intimidasi, memanfaatkan sumber daya jabatan yang dimiliki baik fasilitas jabatan, anggaran, yang kemudian bisa digunakan untuk politik uang," kata Ratna.

Persoalan lain terkait calon tunggal ialah belum terciptanya kebebasan masyarakat dalam menggelar kampanye "kotak kosong".

Sebagaimana diketahui, di daerah yang hanya terdapat 1 pasangan calon, pemilih dapat memberikan suaranya kepada kotak kosong. Hal itu sah dan tak melanggar aturan.

Namun demikian, kata Ratna, masyarakat yang mengkampanyekan kotak kosong ini justru kerap dituding mengajak pemilih untuk menjadi golput atau tidak memilih.

"Mengkampanyekan untuk tidak memilih dan dibatasi dengan alasan keamanan. Ini harus menjadi perhatian kita karena ada 28 potensi calon tunggal," tutur Ratna.

Baca juga: Gerindra Dukung Gibran, Muzani: Sepertinya di Solo Calon Tunggal

Ratna menambahkan, meski keberadaan calon tunggal telah dinyatakan konstitusional, pihaknya tetap berharap pemilihan pemimpin di suatu daerah tak hanya diikuti oleh satu pasangan calon saja.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kompolnas Duga Ada Pelanggaran Penugasan Brigadir RAT untuk Kawal Pengusaha

Kompolnas Duga Ada Pelanggaran Penugasan Brigadir RAT untuk Kawal Pengusaha

Nasional
Surya Paloh Pamer Nasdem Bisa Dukung Anies, tapi Tetap Berada di Pemerintahan Jokowi

Surya Paloh Pamer Nasdem Bisa Dukung Anies, tapi Tetap Berada di Pemerintahan Jokowi

Nasional
Sempat Ditunda, Sidang Praperadilan Pimpinan Ponpes Al Zaytun Panji Gumilang Digelar Lagi Hari Ini

Sempat Ditunda, Sidang Praperadilan Pimpinan Ponpes Al Zaytun Panji Gumilang Digelar Lagi Hari Ini

Nasional
Hardiknas 2024, Puan Maharani Soroti Ketimpangan Pendidikan hingga Kesejahteraan Guru

Hardiknas 2024, Puan Maharani Soroti Ketimpangan Pendidikan hingga Kesejahteraan Guru

Nasional
Rakornis, Puspom dan Propam Duduk Bersama Cegah Konflik TNI-Polri Terulang

Rakornis, Puspom dan Propam Duduk Bersama Cegah Konflik TNI-Polri Terulang

Nasional
Hardiknas 2024, Pertamina Goes To Campus 2024 Hadir di 15 Kampus Terkemuka

Hardiknas 2024, Pertamina Goes To Campus 2024 Hadir di 15 Kampus Terkemuka

Nasional
Atasan Tak Tahu Brigadir RAT Kawal Pengusaha di Jakarta, Kompolnas: Pimpinannya Harus Diperiksa

Atasan Tak Tahu Brigadir RAT Kawal Pengusaha di Jakarta, Kompolnas: Pimpinannya Harus Diperiksa

Nasional
Harap PTUN Kabulkan Gugatan, PDI-P: MPR Bisa Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Harap PTUN Kabulkan Gugatan, PDI-P: MPR Bisa Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Nasional
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Absen Sidang Etik Perdana

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Absen Sidang Etik Perdana

Nasional
Terbukti Selingkuh, Hakim Pengadilan Agama di Asahan Diberhentikan

Terbukti Selingkuh, Hakim Pengadilan Agama di Asahan Diberhentikan

Nasional
Dukung Program Prabowo-Gibran, Partai Buruh Minta Perppu Cipta Kerja Diterbitkan

Dukung Program Prabowo-Gibran, Partai Buruh Minta Perppu Cipta Kerja Diterbitkan

Nasional
Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

Nasional
Hakim MK Berang KPU Tak Hadiri Sidang Sengketa Pileg, Tuding Tak Pernah Serius sejak Pilpres

Hakim MK Berang KPU Tak Hadiri Sidang Sengketa Pileg, Tuding Tak Pernah Serius sejak Pilpres

Nasional
PTUN Gelar Sidang Perdana PDI-P Kontra KPU Hari Ini

PTUN Gelar Sidang Perdana PDI-P Kontra KPU Hari Ini

Nasional
Profil Andi Gani, Tokoh Buruh yang Dekat dengan Jokowi Kini Jadi Staf Khusus Kapolri

Profil Andi Gani, Tokoh Buruh yang Dekat dengan Jokowi Kini Jadi Staf Khusus Kapolri

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com