Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

UU MK Direvisi, Mengatur Syarat Usia hingga Penegakan Kode Etik Hakim

Kompas.com - 01/09/2020, 06:43 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - DPR RI dan pemerintah sepakat mengesahkan revisi UU Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (RUU MK) dalam rapat paripurna.

Kesepakatan itu diambil dalam rapat kerja pengambilan keputusan tingkat I RUU MK antara Komisi III dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Menpan-RB Tjahjo Kumolo, perwakilan Kementerian Keuangan dan perwakilan Mahkamah Konstitusi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (31/8/2020).

"Apakah naskah Rancangan Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi dapat dilanjutkan pada pembicaraan tingkat II, yaitu pengambilan keputusan yang akan dijadwalkan pada rapat paripurna DPR RI pada 1 September 2020?," kata Ketua Komisi III Herman Hery saat memimpin rapat.

Baca juga: Masa Jabatan Hakim MK yang Dihapus di RUU MK Jadi Sorotan

"Setuju," jawab seluruh anggota yang hadir.

Pembahasan RUU ini dilakukan DPR dan pemerintah secara tertutup dan cepat. Padahal, RUU ini tak masuk dalam Prolegnas Prioritas 2020.

Adapun, setelah revisi UU MK disahkan DPR dan pemerintah, beberapa aturan dalam UU MK yang menjadi sorotan publik telah ikut diubah.

Berikut ini poin-poin yang diubah dalam RUU MK:

Syarat usia Hakim Konstitusi

Dalam UU Nomor 8 Tahun 2011 tentang MK disebutkan bahwa usia minimal menjadi hakim MK adalah 47 tahun dengan usia maksimal 65 tahun saat diangkat.

Baca juga: ICW Khawatir Revisi UU MK Jadi Alat Barter Politik

Namun, dalam pembahasan akhir draf RUU MK, pemerintah dan DPR sepakat bahwa batas usia hakim MK adalah 55 tahun saat diangkat.

Hal ini tercantum dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) pemerintah nomor 43.

Masa jabatan hakim MK

Pemerintah dan DPR sepakat untuk memperpanjang masa jabatan hakim MK selama 15 tahun atau hingga usia 70 tahun.

Aturan ini tercantum dalam pasal peralihan yang tercantum dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) pemerintah yang berbunyi :

"Hakim konstitusi yang sedang menjabat pada saat Undang-Undang ini ditetapkan dianggap memenuhi syarat menurut Undang-Undang ini dan mengakhiri masa tugasnya sampai usia 70 (tujuh puluh) tahun selama keseluruhan masa tugasnya tidak melebihi 15 (Iima belas) tahun," demikian bunyi DIM tersebut.

Baca juga: PSHK: Pembahasan Revisi UU MK Secara Cepat dan Tertutup Cederai Semangat Reformasi

Dengan demikian, ketika Revisi UU MK ini diundangkan, hakim konstitusi yang saat ini menjabat, langsung menjalani tugas selama 15 tahun.

Selain itu, masa jabatan ketua dan wakil ketua MK ditetapkan selama lima tahun dan dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama untuk satu kali masa jabatan.

Kode etik

Mahkamah Konstitusi memiliki kode etik dan pedoman perilaku hakim MK. Adapun untuk menegakkan kode etik tersebut, MK memiliki Majelis Kehormatan.

Dalam RUU MK yang disepakati DPR, Majelis Kehormatan MK terdiri dari Hakim Konstitusi, Komisi Yudisial dan akademisi.

Baca juga: Pembahasan Revisi UU MK Dinilai Langgar Prinsip Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

Aturan ini berbeda dari UU MK sebelumnya yang mencantumkan Majelis Kehormatan terdiri dari Hakim Konstitusi, Komisi Yudisial, DPR, unsur pemerintah dan hakim agung.

Selain itu, beberapa pasal terkait kode etik diubah dan disesuaikan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU-IX/2011.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com