Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kekhawatiran di Balik Tren Penggunaan "Influencer" oleh Pemerintah

Kompas.com - 21/08/2020, 06:20 WIB
Ardito Ramadhan,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

"Tidak menutup kemungkinan sebetulnya secara jumlah ini lebih besar. Kalau tadi jumlahnya Rp 1,29 triliun bisa jadi jumlahnya lebih besar dari itu, belum lagi kalau ditambah pemerintah daerah," kata Egi.

Baca juga: ICW Catat Pemerintah Telah Belanjakan Rp 1,29 Triliun untuk Aktivitas Digital, Termasuk Bayar Influencer

Egi mengungkapkan, paket pengadaan untuk aktivitas digital yang terbanyak terkait media sosial, yakni 68 paket pengadaan dengan nilai Rp 1,16 triliun.

Berdasarkan data ICW, Polri merupakan instansi dengan nilai paket pengadaan terkait aktivitas digital terbesar, Rp 937 miliar untuk 12 paket pengadaan.

Instansi lain yang banyak menggelontorkan anggaran untuk untuk aktivitas digital antara lain, Kementerian Pariwisata, Kementerian Keuangan, serta Kementerian Komunikasi dan Informatika.

"Kalau kita lihat data-data tadi, kita bisa menyimpulkan bahwa sebenarnya Pemerintah telah dan nantinya menggelontorkan anggaran publik dalam jumlah besar terkait aktivitas digital," kata Egi.

Kekhawatiran di balik pengerahan influencer

Egi menuturkan, penggunaan jasa influencer tidak melulu menjadi masalah karena sudah lazim digunakan oleh banyak perusahaan.

Namun, dalam konteks pemerintahan, ada sejumlah catatan yang harus diberikan, antara lain soal transparansi anggaran, tujuan penggunaan jasa influencer, serta alasan pemilihan seorang influencer.

"Perlu juga kita pertanyakan bagaimana pemerintah sebetulnya menentukan individu yang layak dijadikan influencer, dan kenapa itu dicantumkan dalam awal paket pengadaan, karena ini akan terkait dengan segi akuntabilitas juga," kata Egi.

Baca juga: Fenomena Influencer, Mulai dari Iklan hingga Promosi RUU Cipta Kerja

Di sisi lain, meningkatnya tren pengunaan influencer sekaligus mencerminkan pemerintah tidak percaya diri dengan kebijakan-kebijakannya.

Pengerahan influencer juga dikhawatirkan akan menjadi jalan pintas bagi pemerintah untuk memengaruhi opini publik atas sebuah kebijakan yang kontroversial.

Menurut Egi, hal itu akan membuat proses demokrasi menjadi tidak sehat karena para influencer berpotensi menutup ruang percakapan publik.

"Dia (influencer) bisa mengaburkan substansi kebijakan yang telah disusun, dan pada ujung akhirnya berakibat pada tertutupnya ruang percakapan publik tentang kebijakan itu," kata Egi.

Baca juga: Saat Artis Ramai-ramai Minta Maaf Usai Promosikan RUU Cipta Kerja...

Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati menambahkan, pengerahan influencer atau buzzer dapat menipu publik apabila tidak menginformasikan bahwa materi unggahannya itu berbayar dan bukan pendapat pribadi.

"Yang masalah dengan dengan influencer atau buzzer, publik itu tidak bisa membedakan mana yang pendapat pribadi atau mana yang iklan. Mungkin beberapa orang bisa mengira-ngira tapi lebih banyak yang tidak," kata Asfinawati.

Hal berbeda ditunjukkan media massa seperti televisi atau radio yang memberi batas jelas antara siaran yang bersifat berita dan siaran iklan.

"Pemisahan yang tegas antara mana yang iklan, mana yang pesanan dan mana yang genuine, itu yang sulit kita temukan akhir-akhir ini dengan fenomena influencer atau buzzer ini," kata Asfinawati.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Terkini Lainnya

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Projo: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Projo: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com