Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Izin Pemanggilan-Penahanan Jaksa, YLBHI: Bisa Jadi Alat Impunitas

Kompas.com - 11/08/2020, 17:33 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) M Isnur mengkritik, aturan baru yang mewajibkan adanya izin dari Jaksa Agung bagi institusi dalam memeriksa oknum jaksa yang diduga terlibat pidana.

Menurut dia, aturan tersebut berpotensi menjadi alat impunitas bagi anggota kejaksaan dan menghalangi proses penyidikan yang melibatkan oknum jaksa.

"Seperti kita ketahui, tugas KPK, misalnya, mengungkap korupsi di tubuh penegak hukum. Salah satunya kejaksaan. Dan selama ini sudah sangat sering KPK, misalnya, melakukan proses-proses hukum terhadap oknum kejaksaan," kata Isnur kepada Kompas.com, Selasa (11/8/2020).

Ia menilai, ketentuan baru yang tertuang dalam Pedoman Nomor 7 Tahun 2020 tentang Pemberian Izin Jaksa Agung atas Pemanggilan, Pemeriksaan, Penggeledahan, Penangkapan dan Penahanan terhadap Jaksa yang Diduga Melakukan Tindak Pidana, itu juga berpotensi melanggar sejumlah aturan perundang-undangan.

Sebagai contoh, UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) bila ada oknum jaksa yang terlibat TPPO, atau UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) bila oknum jaksa terlibat dalam kasus KDRT.

Contoh lainnya, sebut Isnur, UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), serta UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup jika ada kasus terkait kebakaran hutan.

Baca juga: Pemeriksaan Jaksa Harus Seizin Jaksa Agung, Wakil Ketua KPK: Wajar Jika Publik Curiga

"Walaupun aturan ini aturan internal kejaksaan, yang mengikat bagi internal kejaksaan, namun sering kali juga menjadi alasan untuk dipakai misalnya penyidik di KPK, kepolisian, atau PPNS lain yang sedang melakukan penyidikan," ujarnya.

Isnur pun menduga bahwa munculnya aturan baru ini terkait dengan kasus dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh Jaksa Pinangki Sirna Malasari.

Walaupun pihak Kejaksaan Agung sebelumnya telah membantah bahwa penerbitan beleid baru tersebut terkait dengan adanya kasus Jaksa Pinangki.

"Itu bisa terjadi kecurigaan dari masyarakat, mengingat momentum saat ini. Misal di kasus Pinangki dalam keterlibatan Djoko Tjandra," ujarnya.

Terkait kasus Pinangki, Bidang Pengawasan Kejagung sebelumnya telah menyatakan Pinangki terbukti melanggar disiplin karena pergi ke luar negeri tanpa izin sebanyak sembilan kali pada tahun 2019.

Negara tujuan Pinangki di antaranya Singapura dan Malaysia. Diduga, dalam salah satu perjalanan ke luar negeri tanpa izin itu, Pinangki bertemu Djoko Tjandra.

Pinangki lalu diberi hukuman disiplin. Ia pun dicopot dari jabatannya sebagai Kepala Sub-Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan.

Diberitakan sebelumnya, pemanggilan hingga penahanan jaksa yang diduga melakukan tindak pidana hanya dapat dilakukan atas seizin Jaksa Agung.

Baca juga: Proses Hukum Jaksa Mesti Seizin Jaksa Agung, Ini Tanggapan Polri...

Hal itu tertuang dalam Pedoman Nomor 7 Tahun 2020 tentang Pemberian Izin Jaksa Agung atas Pemanggilan, Pemeriksaan, Penggeledahan, Penangkapan dan Penahanan terhadap Jaksa yang Diduga Melakukan Tindak Pidana.

Pedoman tersebut ditandatangani oleh Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin tertanggal 6 Agustus 2020.

"Jaksa yang diduga melakukan tindak pidana, maka pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan penahanan terhadap jaksa yang bersangkutan hanya dapat dilakukan atas izin Jaksa Agung," demikian bunyi poin nomor 1 pada Bab II pedoman tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com