Musdalifah menjelaskan, mereka ditahan di PTS Sabah sejak Desember 2019 dan baru dibebaskan pada Juni 2020.
Baca juga: BP3TKI Nunukan Pulangkan 13 TKI yang Selamat dari Kecelakaan Kapal
Dalam temuannya, para migran menjalani penahanan di PTS Sabah dengan perlakuan tidak manusiawi. Pasalnya, penahanan yang berkepanjangan telah merenggut kebebasan tanpa alasan terhadap ribuan deportan.
Bahkan, perlakuan tidak manusiawi tersebut juga dialami perempuan dan anak, termasuk perempuan hamil.
"Sehingga menghasilkan dampak berlapis," kata dia.
Dalam temuan lainnya, para migran ternyata ditahan dalam kondisi kesehatan yang buruk, termasuk menyangkut permasalahan kejiwaan dan tekanan mental.
Musdalifah mengungkapkan, mayoritas migran yang ditahan mengalami penyakit kulit akut.
Baca juga: 8 TKI Deportasi dari Malaysia Kabur Saat Akan Didata BP3TKI
Menurut Musdalifah, kondisi PTS Sabah juga minim akses air bersih dan makanan yang layak. Sebab, beberapa makanan yang diberikan petugas kerap dalam kondisi basi dan tercampur rumput.
Ia juga menyesalkan, periode penahanan di PTS lebih lama dari hukuman resmi penjara. Seharusnya, beberapa deportan sudah dilepaskan sejak Januari hingga Februari.
"Tetapi banyak dari mereka yang dibebaskan, dideportasi pada Juni hingga Juli. Hal ini tidak terlepas dari bagaimana surat yang dikeluarkan oleh Gubernur Kalimantan Utara terkait dengan proses penundaan sementara deportasi," terang dia.
Selain itu, keluarga migran yang sama-sama ditahan tidak dapat bertemu dan berkomunikasi di PTS Sabah.
Baca juga: BP3TKI Nunukan Tunggak Biaya Tes Kesehatan TKI Rp 460 Juta
Musdalifah juga mendapati temuan, bahwa PTS Sabah menjadi sarana berbisnis dan pemerasan terhadap pekerja migran tidak berdokumen.
"Beberapa deportan mengatakan pengiriman uang dikirimkan oleh kerabat atau keluarganya itu sering dipotong oleh petugas PTS. Begitu pun ketika keluarganya mengirim makanan, makanan yang sampai di deportan hanya sampai setengahnya karena diambil petugas PTS," ungkapnya.
Adapun metodologi pencarian fakta tersebut dilakukan dengan cara melakukan penelusuran lapangan sejak Mei hinhga Juli.
Tim Pencari Fakta Koalisi Buruh Migran Berdaulat juga melakukan wawancara terhadap 33 pekerja migran yang dideportasi dari Sabah. Yakni sebanyak 17 pria, 15 perempuan, dan 1 anak yang berasal dari Sulawesi, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.