Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Orde Baru Tuding PRD Dalang "Kudatuli" 27 Juli 1996

Kompas.com - 27/07/2020, 22:25 WIB
Rakhmat Nur Hakim,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kerusuhan 27 Juli atau biasa disebut "Kudatuli" yang terjadi 24 tahun lalu meninggalkan sejumlah pertanyaan. Salah satu pertanyaan yang kerap muncul ialah siapa yang mendalangi kerusuhan itu.

Saat itu rezim Orde Baru menyebut Partai Rakyat Demokratik (PRD) berada di balik kerusuhan yang dipicu tidak terimanya pendukung PDI kubu Soerjadi dengan keputusan Kongres Jakarta yang mengangkat Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum PDI.

Kerusuhan akhirnya pecah di Kantor DPP PDI dan beberapa tempat di Jakarta. Kala itu, pemerintah menyebut Partai Rakyat Demokratik (PRD) berada di balik peristiwa itu lantaran dinilai telah secara nyata melawan Orde Baru.

Baca juga: Peringati Peristiwa Kudatuli, PDI-P: Megawati Telah Ajarkan Politik Rekonsiliasi

Harian Kompas, 31 Juli 1996 menuliskan, Menko Polkam Soesilo Soedarman mengatakan, PRD menunjukkan kemiripan dengan PKI terutama dari istilah-istilah yang digunakan dalam manifesto politik tertanggal 22 Juli 1996.

Menurut Soesilo, PRD hanya satu dari beberapa pihak yang disebut membonceng kerusuhan tersebut.

Menanggapi tudingan itu, Ketua Umum PRD Agus Jabo Priyono menyatakan peristiwa Kudatuli sedianya merupakan akumulasi dari kekecewaan terhadap Orde Baru yang mengontrol semua lini kehidupan masyarakat. 

Baca juga: Peristiwa Kudatuli, Sutiyoso, dan Hubungannya dengan Megawati...

Akumulasi kekesalan seluruh eksponen kelompok masyarakat tersebut, kata Agus, menyatu dalam pertemuan di Kantor DPP PDI kala itu.

Ia menyadari latar belakang perpecahan itu terjadi lantaran selisih paham di internal PDI antara kubu Soerjadi dan Megawati. Namun saat itu, kata Agus, kelompok pro demokrasi turut memberi dukungan kepada Megawati.

Saat itu bersama PDI kubu Megawati, kelompok pro demokrasi menggelar mimbar rakyat Indonesia untuk menyampaikan beragam aspirasi dan kritik terhadap Orde Baru.

"Waktu itu juga ada Muchtar Pakpahan dan Sri Bintang Pamungkas dan lain-lain lah. Itu semua berkumpul di situ (Kantor DPP PDI)," kenang Agus saat dihubungi, Senin (27/7/2020).

Agus menambahkan, saat itu seluruh kekuatan pro demokrasi berpikir bahwa mereka membutuhkan simbol perlawanan terhadap Suharto.

Mereka akhirnya memilih Megawati sebagai simbol perlawanan. Sebabnya, terpilihnya putri Bung Karno sebagai Ketua Umum PDI itu kabarnya juga tak disetujui Presiden Suharto.

Baca juga: Peneliti Sejarah Kritik Narasi soal Kudatuli dalam Buku Pelajaran

Kendati demikian, ia mengakui saat itu PRD juga menjadi salah satu motor penggerak perkumpulan pada 27 Juli di Kantor DPP PDI.

Bahkan lima hari sebelumnya PRD mendeklarasikan diri sebagai partai politik baru di Kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) yang tak jauh dari Kantor DPP PDI.

Dengan adanya deklarasi tersebut maka PRD secara tak langsung menentang Orde Baru yang membatasi jumlah partai politik hanya dua dengan satu golongan yakni Golongan Karya (Golkar).

"Saat itu Orde Baru memandang PRD sebagai organ politik yang berpotensi mendelegitimasi mereka karena berani menentang kebijakan pembatasan partai politik dan dwifungsi ABRI yang menjadi kekuatan utama Orde Baru," lanjut Agus.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Nasional
Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Nasional
Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com