Secara khusus, Hoegeng kecil, yang kerap dipanggil bugel (gemuk), dan lama-kelamaan berubah menjadi "bugeng" hingga menjadi "hugeng", mengagumi Ating yang gagah dan suka menolong orang. Kekaguman itu membawa Hoegeng menjadi polisi.
Setelah lulus PTIK pada 1952, ia ditempatkan di Jawa Timur. Namun, integritasnya diuji saat menjadi kepala reskrim di Sumatera Utara. Saat itu Hoegeng menolak rumah pribadi dan mobil yang disediakan cukong judi.
Hoegeng memilih tinggal di hotel hingga kemudian dia mendapat rumah dinas. Setelah mendapat rumah dinas, dia juga menolak rumah itu diisi dengan segala macam perabot pemberian orang, yang dianggapnya sebagai bentuk suap.
Baca juga: Humor Gus Dur soal Polisi Jujur, antara Tito Karnavian dan Nasib Ismail Ahmad
Saat pemberi perabot itu tidak mau menerima pengembalian barang itu, Hoegeng tetap mengeluarkannya dari rumah dinas dan menaruhnya di pinggir jalan.
Usai bertugas di Medan, dia ditempatkan di Jakarta. Untuk sementara, perwira polisi itu bahkan rela tinggal di garasi rumah mertuanya di Menteng.
Berbagai jabatan kemudian dipercayakan kepadanya, hingga akhirnya dia dipercaya sebagai Kapolri periode 1968 - 1971, di masa-masa awal Pemerintahan Presiden Soeharto.
Menurut Asvi dalam tulisannya, sejumlah kasus besar terjadi di masa kepemimpinannya.
Kasus yang menarik perhatian publik antara lain pemerkosaan Sum Kuning yang diduga melibatkan anak pejabat, penyelundup Robby Tjahyadi yang di-backing pejabat, dan tewasnya mahasiswa ITB Rene Coenrad oleh taruna Akpol.
Baca juga: Jenderal Hoegeng, Polisi Jujur yang Disebut Gus Dur dalam Humornya
Hoegeng digambarkan begitu bersikeras untuk menuntaskan kasus-kasus itu. Namun, dalam tulisan Asvi Warman Adam, keuletan itu membuat dia kemudian diberhentikan oleh Soeharto sebagai Kapolri.
Dalam buku Hoegeng, Polisi dan Menteri Teladan (2013) yang ditulis Suhartono, bahkan disebutkan bahwa Hoegeng sempat ingin melapor kepada Presiden Soeharto terkait penangkapan Robby Tjahyadi.
Namun, alangkah kagetnya Hoegeng saat melihat orang yang akan ditangkap itu sudah lebih dulu berada di Jalan Cendana, kediaman Soeharto.
"Dengan segala pertimbangan, saya akhirnya balik badan dan tidak jadi melapor ke Presiden," tutur Hoegeng.