Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Sudirman Said
Ketua IHN

Ketua Insitut Harkat Negeri (IHN)

Pancasila Bukan untuk Dimonopoli, tetapi Dipraktikkan

Kompas.com - 29/06/2020, 13:46 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PANCASILA adalah milik bangsa Indonesia. Bukan milik satu golongan, partai, atau kelompok tertentu. Demikian pula, dengan Bung Karno, "Sang Penggali Pancasila", milik seluruh rakyat Indonesia.

Karena itu, jika ada kelompok atau golongan yang mencoba memonopoli Pancasila dan Sukarno, kelompok tersebut sebetulnya sedang mengerdilkan Sukarno.

Presiden RI pertama tersebut secara tegas menyatakan Pancasila adalah milik bangsa Indonesia.

Sikap tersebut, ditunjukkan Sukarno yang pernah membubarkan Barisan Pendukung Soekarnoisme (BPS) pada 1964 yang dinilai hanya menggunakan "Soekarnoisme" untuk membunuh "Soekarnoisme" dan kepentingan kelompok tertentu.

Dia juga pernah mengingatkan Gerakan Pembela Pancasila pada 22 Juni 1945, yang mendatangi dan memberikan dukungan.

Ketika diminta berpidato, Bung Karno justru menegaskan Pancasila sebagai Dasar Negara, bukan dasar organisasi atau kelompok tertentu.

Artinya, menurut Sukarno, ketika ada kelompok tertentu yang ingin tampil seolah-olah paling memiliki Pancasila.

Itu berarti menjauhkan kelompok-kelompok lainnya dari Pancasila. Sikap Bung Karno tersebut adalah sikap seorang negarawan yang mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas segalanya, termasuk kepentingan kelompok dan golongan.

Ada kesadaran mulia, ketika seseorang menjadi pemimpin negara, maka loyalitasnya harus meluas ke seluruh komponen bangsa. Tidak lagi menjadi miliki satu golongan. Begitu pula karyanya.

Artinya, jika Pancasila dianggap sebagai buah pikiran Bung Karno, maka Bung Karno sudah mewakafkannya menjadi milik bangsa. Milik seluruh golongan.

Praktik Pancasila

Yang paling penting saat ini adalah menjaga Pancasila dengan cara mempraktikannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bukan memperdebatkannya.

Semua perlu memacu habis-habisan semangat mempraktikkan Pancasila. Membuatnya sebagai pedoman hidup dan menjalankannya dalam kehidupan sehari-hari.

Lima sila dalam Pancasila mengajarkan nilai-nilai luhur, yakni budi pekerti, religiusitas, persatuan dan kesatuan, keadilan, dan kerja sama.

Jika Pancasila ini dipraktikan secara konsisten, tidak akan ada kolusi-korupsi-nepotisme (KKN), tidak ada perpecahan, dan kebohongan. Nilai-nilai kejujuran akan dijunjung tinggi.

Ketuhanan Yang Maha Esa; bermakna setiap warga negara harus beragama dan mengakui adanya Tuhan Yang Esa.

Artinya, dia harus menjalankan perintah Tuhan dan menjauhkan dari larangannya. Rajin beribadah, berbuat kebaikan dan menjauhi larangannya seperti tidak korupsi dan tidak jujur. Mempertentangkan agama dan Pancasila bukanlah sikap Pancasilais.

Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab; dipraktikkan dengan menjunjung tinggi hak azasi manusia, tidak menindas, bersikap adil, serta menghormati sesama warga.

Persatuan Indonesia; dijalankan dengan menghormati kaberagaman, tidak mempertajam perbedaan, selalu berusaha menjaga semangat kebhinekaan, menghargai perbedaan sikap, serta selalu bekerja sama mencapai tujuan bernegara.

Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan dan Perwakilan; dipraktikkan dengan tidak bersikap otoriter, sewenang-wenang menggunakan kekuasaan, serta menjaga fairplay dalam kompetisi politik.

Jangan curang demi merebut kedudukan politik, dan selalu mendengar suara rakyat dalam memutuskan hajat hidup orang banyak.

Dua kata luhur: hikmat dan kebijaksanaan harus menjadi pedoman terutama bagi pemegang mandat rakyat.

Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia; sila ini menjadi tujuan akhir bernegara. Seluruh tindakan kolektif bangsa harus diarahkan untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Jadi sangat ironis bila Pancasila yang diperjuangkan Bung Karno sebagai alat pemersatu bangsa, tetapi saat ini ada upaya untuk menggunakan Pancasila untuk membelah-belah anak bangsa.

Di mana saja di dunia ini, penyakit korupsi, kolusi, nepotisme (KKN) sering menghinggapi kekuasaan.

Hal itu berawal dari keinginan melayani diri sendiri dan kelompoknya dengan mengabaikan amanah publik. Sikap ini jelas-jelas bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.

Ada yang salah dari fenomena kehidupan berbangsa saat ini. Di awal kemerdekaan, ketika 95 persen warga negara buta huruf, para pemimpinnya justru menampilkan keteladanan tinggi.

Saat ini keadaan sudah berbalik, hampir seluruh warga negara melek huruf, sebagian besar mengenyam pendidikan cukup baik.

Akan tetapi, mengapa keteladanan perilaku luhur justru menjadi barang langka?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

Nasional
Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

Nasional
Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Nasional
Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Nasional
DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

Nasional
Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Nasional
Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Nasional
Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

Nasional
DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

Nasional
Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Nasional
Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Nasional
Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Nasional
Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com