Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar Digital Forensik Yakin Database Anggota Polri Diretas, Ini Alasannya...

Kompas.com - 18/06/2020, 17:02 WIB
Devina Halim,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar digital forensik Ruby Alamsyah meyakini database anggota Polri telah diretas.

Sebelumnya, informasi mengenai peretasan database anggota Polri beredar melalui media sosial. Polri pun telah membantah terjadinya peretasan tersebut.

"Kalau menurut saya, dari analisa tersebut, confirm pelaku bisa akses SIPP Polri minimal dua polda, yaitu Sumsel dan Kalbar," ujar Ruby ketika dihubungi Kompas.com, Kamis (18/7/2020).

Keyakinan itu didasarkan pada informasi yang diunggah pengguna Twitter bernama @secgron.

Baca juga: Beredar Tangkapan Layar Database Anggota Polri Diretas, Polri: Hoaks

Akun itu membagikan tangkapan layar unggahan akun dengan nama hojatking di sebuah forum yang mengaku memiliki akses terhadap database anggota Polri.

Pada unggahan yang sama, akun @secgron juga mengunggah tangkapan layar data pribadi seorang polisi.

Polri membantah dan beralasan tampilan layar data anggota yang diunggah berbeda dengan sistem yang digunakan saat ini sehingga disebut sebagai hoaks.

Menurut Ruby, hal itu menjadi hak Polri untuk membantah tangkapan layar yang beredar tersebut.

Namun, setelah muncul bantahan Polri dan adanya tantangan dari anggota lain di forum yang sama, akun hojatking yang diduga meretas database Polri mengunggah dua video.

Baca juga: Polri Klaim 7 Terdakwa Kasus Dugaan Makar asal Papua Bukan Tahanan Politik

Video yang diunggah disebut sebagai proof of concept.

Dari video itulah Ruby meyakini bahwa Sistem Informasi Personel Polri (SIPP), setidaknya pada dua polda, telah diretas.

Ruby menambahkan, SIPP setiap polda memiliki server masing-masing sehingga tidak terpusat di Mabes Polri.

"Si pelaku membuat video step by step dia login ke mana, ke IP berapa, polda apa, pakai ussername apa, password-nya dimasukkin, berhasil masuk dia, dan ke dua SIPP yang berbeda, Sumsel sama Kalbar," tutur Ruby.

"Lalu terlihat data-data yang berbeda, dari situ kalau kita orang IT, sudut pandang tersebut melihat itu real. Bukan lagi sebuah screenshot," imbuh dia.

Baca juga: Pesan Luhut kepada Perwira TNI-Polri: Apa Pun yang Kamu Kerjakan, Itu Teamwork

Dari berbagai menu yang ditunjukkan pelaku pada video tersebut, Ruby melihat tidak ada data mengenai polisi yang menjalankan misi penyamaran.

Data yang tersedia misalnya nama anggota keluarga, riwayat pendidikan serta jabatan.

Apabila data tersebut jatuh ke tangan kriminal, ia menuturkan, tentu saja akan berisiko besar.

Di sisi lain, ada pula risiko dari sisi internal.

"Melihat risiko dari internal Polri sendiri, berarti nanti ada yang bisa mengedit-edit bahwa dia punya pendidikan a, b, c, yang ternyata tidak," tutur dia.

Berdasarkan penelusurannya di forum yang sama, peretasan pada SIPP pernah terjadi sekitar enam atau 12 bulan lalu.

Baca juga: Selama 6 Bulan, Polisi Tahan 17 Tersangka Kasus Hoaks terkait Covid-19

Kemudian, perubahan tampilan (deface) pada situs milik Polri juga pernah terjadi. Namun, ia tak merinci waktu kejadian.

Menurut Ruby, SIPP dikelola antara Divisi Teknologi Informasi dan Komunikasi Polri (Div TIK Polri) atau SSDM Polri. Ia belum mengetahui secara lebih pasti.

Hal itu berbeda dengan penegakan hukum yang dilakukan oleh Direktorat Siber Bareskrim Polri.

"Tugas utama mereka (Polri) penegakan hukum, jadi kesannya mengamankan sistem IT itu belum tentu hasilnya serupa dengan kinerja penyidikan mereka di bidang siber," ucap Ruby.

Maka dari itu, menurut Ruby, Polri dinilai belum optimal dalam mengamankan sistem beserta jaringan yang dimiliki.

Baca juga: Data Pemilih Diduga Bocor, KPU Pastikan Tak Ada Peretasan DPT Pemilu 2014

"Kesannya mereka belum terlalu optimal lah mengamankan sistem sama network-nya," ujar dia.

Diberitakan, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Awi Setiyono mengatakan, tangkapan layar terkait database anggota kepolisian yang beredar di media sosial adalah berita bohong atau hoaks.

Tangkapan layar tersebut beredar dalam sebuah unggahan mengenai informasi peretasan terhadap database anggota Polri.

"Terkait dengan screenshot database anggota Polri yang tersebar di media sosial, perlu kami sampaikan bahwasanya hal tersebut merupakan kebohongan atau hoaks," ujar Awi melalui siaran langsung di akun Youtube Tribrata TV, Selasa (16/6/2020).

Awi beralasan, tangkapan layar database anggota yang beredar di media sosial berbeda dengan yang digunakan Polri saat ini.

Baca juga: Polri Pastikan Data Personelnya Tidak Diretas

Polri pun mengklaim, data pada Sistem Informasi Personel Polri (SIPP) yang kini digunakan tidak dibobol.

"Polri sudah memastikan bahwa tidak ada pembobolan data SIPP, karena variabel screenshot yang beredar di media sosial tidak sama dengan SIPP yang digunakan oleh SSDM Polri saat ini," ucap dia.

Lebih lanjut, kata Awi, Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri sedang menyelidiki pelaku.

"Dittipidsiber Bareskrim Polri masih melakukan pendalaman dan penyelidikan terhadap pelaku serta motif dari penyebar hoaks database SIPP anggota Polri tersebut," tuturnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Nasional
Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim 'Red Notice' ke Interpol

Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim "Red Notice" ke Interpol

Nasional
Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Nasional
Anggap 'Presidential Club' Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Anggap "Presidential Club" Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Nasional
Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Nasional
Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Nasional
KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat 'Presidential Club'

Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat "Presidential Club"

Nasional
'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

"Presidential Club" Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

Nasional
Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye 'Tahanan KPK' Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye "Tahanan KPK" Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Nasional
Adam Deni Hanya Dituntut 1 Tahun Penjara, Jaksa: Sudah Bermaafan dengan Sahroni

Adam Deni Hanya Dituntut 1 Tahun Penjara, Jaksa: Sudah Bermaafan dengan Sahroni

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

Ide "Presidential Club" Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

Nasional
Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Ma'ruf Amin: Perlu Upaya Lebih Keras

Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Ma'ruf Amin: Perlu Upaya Lebih Keras

Nasional
Adam Deni Dituntut 1 Tahun Penjara dalam Kasus Dugaan Pencemaran Nama Baik Ahmad Sahroni

Adam Deni Dituntut 1 Tahun Penjara dalam Kasus Dugaan Pencemaran Nama Baik Ahmad Sahroni

Nasional
Polri Ungkap Peran 2 WN Nigeria dalam Kasus Penipuan Berkedok 'E-mail' Bisnis

Polri Ungkap Peran 2 WN Nigeria dalam Kasus Penipuan Berkedok "E-mail" Bisnis

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com