Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BIN dan Unair Temukan Kombinasi Obat yang Hambat Perkembangan Virus Corona

Kompas.com - 12/06/2020, 17:56 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Penelitian yang dilakukan Badan Intelejen Negara (BIN) dan Universitas Airlangga (Unair) berhasil membuat regimen atau kombinasi obat yang dapat menghambat perkembangan virus corona.

Ketua Pusat Penelitian dan Pengembangan Stem Cell Unair Purwati mengatakan, pihaknya melakukan penelitian terhadap 14 regimen.

Hasil penelitian menunjukkan lima kombinasi obat yang memiliki potensi dan efektivitas cukup baik untuk menghambat virus SARS-CoV-2 masuk ke dalam sel target.

Baca juga: UPDATE: Bertambah 1.111 Kini Ada 36.406 Kasus Covid-19 di Indonesia

Selain itu, kombinasi obat juga menurunkan perkembangbiakan virus di dalam sel.

"Hal ini kami ikuti bertahap, mulai dari 24 jam, 48 jam, dan 72 jam, virus tersebut dari yang jumlahnya ratusan ribu, di sini sudah jadi undetected (tidak terdeteksi)," ujar Purwati dalam konferensi pers di BNPB, Jumat (12/6/2020).

Adapun kelima kombinasi obat itu, pertama yakni kombinasi Lopinafir, Ritonavir, dan Azithromycin.

Kedua, kombinasi Lopinafir, Ritonavir, dan Doksisiklin. Ketiga, kombinasi Lopinafir, Ritonavir, Klaritromisin.

Keempat, kombinasi Hidroksiklorokuin dan Azithromycin. Kemudian kelima, kombinasi Hidroksiklorokuin dan Doksisiklin.

"Memang dari beberapa obat tersebut pernah dilakukan suatu penelitian tetapi dosisnya tunggal," kata dia.

Baca juga: UPDATE 12 Juni: Tambah 577 Orang, Pasien Sembuh dari Covid-19 Jadi 13.213

Oleh karena itu, pihaknya pun memilih melakukan regimen kombinasi karena selain berpotensi dan mempunya efektivitas cukup bagus membunuh virus, dosis yang digunakan dalam kombinasi tersebut juga lebih kecil.

Ia mengatakan, dosis yang digunakan hanya seperlima hingga sepertiga dari dosis tunggal sehingga sangat mengurangi toksisitas obat tersebut di dalam sel tubuh yang sehat.

"Dengan menurunnya jumlah sampai tidak terdeteksinya virus setelah diberikan regimen obat ini, maka hal itu akan bisa memutus mata rantai penularan," kata dia.

Baca juga: UPDATE: 12 Juni, Ada 2.048 Pasien Covid-19 yang Meninggal Dunia

Kelima regimen obat yang diteliti sudah beredar di pasaran.

Alasan penelitian dari obat yang sudah beredar ini adalah karena sudah melalui berbagai macam uji sampai izin edar dari Badan Pemeriksa Obat dan Makanan (BPOM).

Termasuk juga alasan bahwa di masa pandemi ini, dibutuhkan sesuatu yang sifatnya darurat.

"Walaupun begitu kami tetap masih mempertimbangkan efek keamanan untuk tubuh pasien," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Panglima TNI Kunjungi Markas Pasukan Khusus AD Australia di Perth

Panglima TNI Kunjungi Markas Pasukan Khusus AD Australia di Perth

Nasional
Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

Nasional
Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

Nasional
Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Nasional
Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Nasional
DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

Nasional
Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Nasional
Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Nasional
Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

Nasional
DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

Nasional
Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Nasional
Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Nasional
Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com