Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Neni Nur Hayati
Direktur Eksekutif Democracy and Electoral Empowerment Partnership

Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia. Anggota Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Risiko Melanjutkan Pilkada di Masa Pandemi

Kompas.com - 26/05/2020, 15:33 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Neni Nur Hayati

PASCA-TERBITNYA Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020 yang menjadi landasan hukum atas penundaan waktu pelaksanaan pilkada serentak akibat adanya bencana nasional wabah Covid-19.

Pemungutan dan penghitungan suara di 270 daerah yang pada awalnya dijadwalkan bulan September menjadi Desember 2020. Penundaan pilkada selama tiga bulan itu dapat dilaksanakan dengan asumsi apabila pandemi Covid-19 berakhir pada Mei 2020.

Ada beberapa perubahan dalam perppu tersebut, yakni Pasal 120 serta penambahan pasal 122A dan 201A.

Isi perppu tersebut menyatakan dalam hal pemungutan suara serentak pada Desember tidak dapat dilaksanakan, pemungutan suara serentak ditunda dan dijadwalkan kembali segera setelah bencana nonalam berakhir.

Hal ini yang kemudian menjadi ketidakpastian, sebab tidak ada satu pihak pun yang dapat memastikan kapan wabah ini akan berakhir.

Jika kita lihat, kasus Covid-19 di Indonesia terus mengalami peningkatan signifikan dan belum ada tanda-tanda penurunan.

Sementara itu, ada empat tahapan pilkada yang sempat tertunda mulai Juni, yakni pelantikan petugas pemungutan suara (PPS), verifikasi faktual syarat dukungan calon perseorangan, pembentukan petugas pemutakhiran data pemilih (PPDP), dan pencocokan dan penelitian (coklit) data pemilih harus segera dilanjutkan kembali.

Ini berarti risiko para penyelenggara tertular jelas akan semakin tinggi. Alih-alih memutus mata rantai penularas virus, yang terjadi justru turut berkontribusi menularkan virus mematikan ini lebih luas.

Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan physical distancing juga kerap masih diabaikan oleh masyarakat.

Tidak menjawab persoalan

Keluarnya perppu tersebut ternyata tidak dapat menjawab persoalan secara menyeluruh. Salah satu yang menjadi problem adalah terkait anggaran.

Melaksanakan pemilihan di tengah pandemi, tentunya harus dapat memenuhi protokol penanganan Covid-19 dengan ketat.

Setidaknya, di setiap tempat pemungutan suara (TPS) harus tersedia hand sanitizer, termometer, disinfektan, masker untuk petugas, dan alat pelindung diri.

Daya dukung tambahan anggaran ini tidak diatur dalam perppu ini. Padahal, ini menjadi hal yang harus diprioritaskan untuk keselamatan penyelenggara yang bertugas di lapangan.

Selain itu, dalam tahapan pilkada KPU perlu melakukan penyesuaian aturan secara teknis yang nantinya akan dituangkan dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com