Pelaksanaan tahapan pilkada seperti verifikasi faktual pasangan dukungan calon perseorangan, kampanye tertutup dan terbuka, serta verifikasi daftar pemilih membutuhkan pertemuan antarindividu.
Sayangnya, dalam perubahan PKPU ini, tidak bisa dilakukan melampaui Undang-Undang Pilkada (Viryan, 2020). Meskipun, KPU memiliki kewenangan untuk mengatur secara teknis.
Perlu diketahui bahwa UU Pilkada sendiri tak lagi relevan apabila digunakan dalam kondisi pandemi seperti ini.
Protokol penanganan Covid-19 jelas melarang untuk mengumpulkan massa dan berkerumun karena penyebaran virus itu semakin cepat.
Artinya, UU Pilkada hanya dapat mengatur dalam situasi normal. Hal ini tentu akan sangat menyulitkan KPU dalam melakukan penyusunan tahapan penyelenggaraan.
Perppu juga tidak memberikan ruang kepada KPU untuk melakukan inovasi dan kreativitas.
Melanjutkan pemilu atau menunda pemilu memiliki risiko bagi pemerintah, penyelenggara pemilu dan otoritas kesehatan.
Pihak terkait harus sudah menyiapkan berbagai skenario dengan beberapa opsi. KPU akan menunggu status kebencanaan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), apakah akan diperpanjang atau tidak.
Keputusan ini tentu saja akan sangat menentukan langkah yang akan diambil oleh KPU. Hanya saja, dari hasil diskusi berbagai para ahli hukum, civil society, Komnas HAM, dan para pegiat pemilu, semua bersepakat bahwa memang keselamatan jiwa penyelenggara, pemilih dan para kandidat sangatlah diutamakan.
Pemerintah terkesan terlalu memaksakan pilkada ini harus digelar pada bulan Desember 2020.
Kalau memang salah satu alasannya adalah karena faktor hak politik warga negara, bukankah hak kesehatan masyarakat juga jauh lebih utama dan diatas segala-galanya?
Pilkada dapat dilakukan kapan saja asalkan proses pemulihan pascawabah telah usai, tetapi nyawa manusia tidak dapat kembali lagi.
Apabila memang pilkada ini betul-betul harus dilaksanakan, pertimbangkan pula bagaimana partisipasi pemilih.
Jangankan untuk berpikir datang ke tempat pemungutan suara (TPS), mengenali rekam jejak pasangan calon, mengikuti kampanye dan lain sebagainya.
Fokus masyarakat adalah bagaimana menghadapi keadaan normal baru (new normal) dan menyelamatkan diri masing-masing. Maka, tentu saja dapat dipastikan partisipasi pemilih akan menurun signifikan dan tingginya tren golput.