Pernyataan ini sekaligus menguatkan serta mengonfirmasi bahwa masyarakat diminta turut beserta aktif menangani pandemi—entah karena efek langsung wabah ini seperti ancaman kesehatan kehilangan atau mata pencaharian.
Caranya bisa dengan ikut berpartisipasi menjadi relawan, donatur, atau ikut lembaga kemanusian, atau lainnya. Bentuknya pun boleh dari membagikan masker, hand sanitizer, sembako, atau kegiatan lain.
Rumah Sandiuno Indonesia—Rumah Siaga, boleh dijadikan contoh kecilnya. Keduanya mulai bergerak jauh-jauh hari membantu masyarakat yang terkena dampak pandemi.
Bahkan, lembaga ini menginisiasi kampanye agar tidak takut donor darah di masa pandemi Covid-19. Hasilnya, kampanye itu diikuti institusi lain dan terbilang cukup membantu PMI menambah stok jumlah kantung darah yang kian menipis.
Tak mau dicap ketinggalan kereta, walhasil, pemerintah juga buat hal serupa. Namanya, Relawan Indonesie Bersatu (RIB).
Karena itulah, dalam laporan Legatum Prosperity Index 2019, Indonesia berada di peringkat kelima di dunia untuk kategori modal sosial (social capital)—menjadi salah satu dari 12 pilar yang digunakan.
Di dalam elemen ini sosial kapital terdapat lima elemen, yakni Personal and Family Relationships, Social Networks, Interpersonal Trust, Institutional Trust, serta Civic and Social Participation (partisipasi sipil dan sosial).
Untuk elemen partisipasi sipil dan sosial, Indonesia boleh dibilang jagoan. Empat tahun terakhir beruntun menduduki posisi tiga besar.
Indeks ini menggunakan 12 pilar, yaitu economic quality, education, enterprise conditions, governance, health, investment environments, living environment, market access and infrastructure, natural environment, personal freedom, safety and security, dan social capital.
Penyusunannya menggunakan 65 elemen dan 294 indikator. Gallup dan Idea adalah segelintir lembaga yang terlibat dalam pembuatan indeks ini.
Dari data Legatum Prosperity Index di atas, tergambar secara periodik bahwa Indonesia dianugerahi warga negara yang memiliki tingkat kepedulian relatif tinggi dibandingkan negara lain untuk urusan kepedulian sesama manusia.
Kesadaran itu dapat dilihat dengan kasat mata saat masa pandemi Covid-19. Beragam cerita soal kemanusian yang menguras air mata dan simpati seliweran di lini masa media sosial atau di grup percakapan.
Mungkin ini juga tidak dapat dilepaskan dari buah pemikiran para pendiri bangsa mengenai karakter bangsa Indonesia.
Hanya saja, meski kualitas manusia Indonesia dalam hal partisipasi dalam kegiatan sosial terlihat ciamik dalam CAF Index dan Legatum Prosperity Index, pemerintah tidak boleh abai soal kewajibannya terhadap warga Negara. Ini jelas diamanatkan dalam konstitusi.
Karena, ada sinisme bahwa tingginya minat masyarakat Indonesia untuk urusan kepedulian ini lantaran lambannya respons pemerintah dalam menyikapi fenomena wabah ini. Hadir atau tidak pemerintah, mereka tetap turun ke lapangan.
Entah karena berbelit rantai komunikasi atau banyaknya ranjau administrasi yang menghalangi, partai politik pun kena semprit publik. Banyak orang menanyakan keberadaan partai politik, bahkan sampai membuat stiker di media sosial bernada sarkasme.
Isi stiker, menyindir partai politik hanya membutuhkan publik pada saat proses elektoral. Habis itu, tidak diperlukan.
Situasi ini dapat disederhanakan. Meminjam istilah anak millenial, pemerintah dan partai politik “Gak gercep (gerak cepat)!”
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.