JAKARTA, KOMPAS.com - Asosiasi Serikat Pekerja (ASPEK) Indonesia prihatin dengan sikap pemerintah yang kembali memaksakan kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
ASPEK pun mendesak Presiden Joko Widodo membatalkan Peraturan Presiden Nomor 64 tahun 2020 yang mengatur kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
"Ada dua hal yang membuat keprihatinan ASPEK," kata Presiden ASPEK Mirah Sumirat dalam keterangan tertulis, Jumat (15/5/2020).
Baca juga: Iuran BPJS Kesehatan Naik Lagi, Berikut Cara Turun Kelas...
Pertama, pemerintah terkesan mempermainkan Putusan Mahkamah Agung (MA) yamg telah membatalkan Perpres Nomor 75 tahun 2019.
Dalam Putusannya, MA telah membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang dibuat oleh pemerintah, karena isinya bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang lebih tinggi yaitu UUD 1945.
Selain itu, UU Sistem Jaminan Sosial Nasional, UU BPJS dan UU Kesehatan.
Mirah menilai, Presiden Jokowi seharusnya menerbitkan Perpres baru yang mengembalikan besaran iuran seperti sebelum dinaikkan.
Baca juga: Turun Kelas BPJS Kesehatan Bisa Secara Online, Begini Caranya...
Namun kali ini, Presiden justru menerbitkan Perpres No 64 tahun 2020 yang isinya kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan.
"Presiden seperti terkesan ingin mempermainkan Putusan MA," kata Mirah.
Mirah menjeslaskan, pembatalan Perpres Nomor 75/2019 itu karena MA menilai Perpres itu bertentangan dengan perundangan yang lebih tinggi.
Artinya, apabila Presiden Jokowi kembali menaikkan iuran dengan Perpres Nomor 64/2020, ia dinilai dengan sengaja kembali membuat peraturan yang bertentangan dengan UUD 1945 dan tiga UU lain.
Baca juga: Rekomendasi KPK soal Defisit BPJS Kesehatan Tak Direspons Pemerintah
"Padahal mandat dan sumpah presiden adalah untuk melaksanakan amanat UUD 1945," kata dia.
Kedua, Perpres 64/2020 yang diterbitkan di tengah masa wabah pandemi Covid 19, menunjukkan pemerintah tidak peka dan tidak peduli dengan kondisi masyarakat yang saat ini sedang terdampak akibat wabah.
Padahal, jutaan pekerja telah diputus hubungan kerjanya. Jutaan pekerja juga dirumahkan tanpa mendapatkan upah. Akibatnya daya beli masyarakat saat ini turun sampai titik terendah.
"Kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang cukup besar ini ujungnya tentu akan mempersulit rakyat untuk bisa mengakses fasilitas kesehatan yang seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah," ucap Mirah.
Baca juga: Naikan Iuran BPJS Kesehatan, Komisi IX DPR: Presiden Bermain-main dengan Putusan MA
ASPEK Indonesia mendesak Presiden Jokowi untuk membatalkan Perpres 64/2020. Sebab, amanat UUD 1945 harus menjadi rujukan utama bagi Presiden dalam mengelola Negara Kesatuan Republik Indonesia.
"Jangan bebani rakyat yang sedang hidup sulit dan laksanakan amanat UUD 1945 demi terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia," kata Mirah.
Berikut rincian kenaikan iuran BPJS Kesehatan:
Iuran peserta mandiri kelas I naik menjadi Rp 150.000, dari saat ini Rp 80.000.
Baca juga: KPK: Akar Masalah Defisit BPJS Kesehatan adalah Fraud dan Inefisiensi
Iuran peserta mandiri kelas II meningkat menjadi Rp 100.000, dari saat ini sebesar Rp 51.000.
Iuran peserta mandiri kelas III juga naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000. Namun, pemerintah memberi subsidi Rp 16.500 sehingga yang dibayarkan tetap Rp 25.500.
Kendati demikian, pada 2021 mendatang, subsidi yang dibayarkan pemerintah berkurang menjadi Rp 7.000, sehingga yang harus dibayarkan peserta adalah Rp 35.000.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.