Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Diminta Redam Gelombang PHK Akibat Wabah Covid-19

Kompas.com - 06/05/2020, 14:47 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah diminta berupaya semaksimal mungkin meredam angka pemutusan hubungan kerja (PHK) selama wabah virus corona (Covid-19) di Indonesia.

Sebab, angka PHK akibat wabah virus corona terus bertambah.

"Yang jadi catatan kami, apa usaha pemerintah? Kebijakan agar PHK ini tidak terjadi?" kata Direktur LBH Jakarta Arif Maulana dalam diskusi online, Rabu (6/5/2020).

Baca juga: 50.891 Pekerja Swasta Jadi Korban PHK akibat Pandemi Covid-19

Merujuk data pemerintah yang telah diperbaharui pada April lalu, terdapat 1,94 juta pekerja yang terkena PHK atau dirumahkan karena perusahaan mereka terdampak Covid-19.

Dikutip Kontan, apabila dirinci, pekerja yang terdampak Covid-19 ada sebanyak 44.760 dari 30.794 perusahaan. Ini merupakan sektor informal.

Sementara di sektor formal, ada sekitar 1,5 juta pekerja dari 83.546 perusahaan yang di-PHK dan dirumahkan.

Arif menegaskan, berdasarkan Pasal 151 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, tertuang bahwa pemerintah harus berperan aktif semaksimal mungkin agar PHK tidak terjadi.

Baca juga: 7.197 Orang Terkena PHK di Kota Tangerang

Tak hanya pemerintah, pengusaha dan buruh juga harus memiliki upaya agar PHK tersebut tidak terjadi.

Arif mengatakan, pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan memang sudah menerbitkan surat edaran soal keberlangsungan usaha. Namun menurut dia, surat edaran itu saja belumlah cukup.

"Tapi kekuatan hukumnya lemah, tidak beda dengan hanya imbauan saja yang tidak ada sanksi padahal negara harusnya memastikan PHK tak terjadi sewenang-wenang," kata dia.

Pemerintah juga telah memberikan insentif. Namun, tetap saja tidak ada jaminan bahwa sebuah perusahaan tidak akan melakukan PHK besar-besaran.

Justru, LBH Jakarta mendapatkan laporan bahwa banyak pengusaha yang menggunakan momen wabah virus corona untuk melakukan PHK secara sewenang-wenang alias tidak berdasarkan hukum.

Baca juga: Ketika Korban PHK akibat Corona Mendaftar Jadi ART untuk Bertahan Hidup...

"PHK bisa dilakukan, tapi ada syaratnya. Kalau perusahaan melakukan efisiensi, harus dibuktikan dengan audit keuangan yang jujur, kredibel sehingga bisa dipertanggungjawabkan alasan efisiensi," kata dia.

LBH Jakarta juga mendapatkan banyak aduan soal PHK tanpa pesangon dan THR.

"Pandemi ini menjadi alasan untuk melakukan PHK besar-besaran yang tak terkontrol dan kewajiban perusahaan bayar pesangon tidak dilakukan sepenuhnya," kata dia.

LBH Jakarta diketahui telah membuka aduan warga via online baik melalui e-mail maupun telepon sejak 17 Maret 2020.

Baca juga: PHK Massal, Lulusan SMA Hingga D3 Rela Jadi Asisten Rumah Tangga

Per Selasa (5/5/2020) kemarin, jumlah aduan yang masuk mencapai 154 aduan

Dari kurun waktu tersebut, pengaduan paling banyak berkenaan dengan kasus gagal bayar untuk pinjaman online sebanyak 53 kasus, kasus ketenagakerjaan sebanyak 35 kasus.

Kemudian kasus utang-piutang sebanyak 13 kasus, masalah perjanjian jual beli sebanyak 6 kasus, dan wanprestasi sebanyak 4 kasus.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PKB Siap Bikin Poros Tandingan Hadapi Ridwan Kamil di Pilkada Jabar

PKB Siap Bikin Poros Tandingan Hadapi Ridwan Kamil di Pilkada Jabar

Nasional
Hari Pendidikan Nasional, Serikat Guru Soroti Kekerasan di Ponpes

Hari Pendidikan Nasional, Serikat Guru Soroti Kekerasan di Ponpes

Nasional
Bukan Staf Ahli, Andi Gani Ditunjuk Jadi Penasehat Kapolri Bidang Ketenagakerjaan

Bukan Staf Ahli, Andi Gani Ditunjuk Jadi Penasehat Kapolri Bidang Ketenagakerjaan

Nasional
Anies Belum Daftar ke PKB untuk Diusung dalam Pilkada DKI 2024

Anies Belum Daftar ke PKB untuk Diusung dalam Pilkada DKI 2024

Nasional
PAN Persoalkan Selisih 2 Suara Tapi Minta PSU di 5 TPS, Hakim MK: Mungkin Enggak Setengah Suara?

PAN Persoalkan Selisih 2 Suara Tapi Minta PSU di 5 TPS, Hakim MK: Mungkin Enggak Setengah Suara?

Nasional
Kuasa Hukum KPU Belum Paham Isi Gugatan PDI-P di PTUN

Kuasa Hukum KPU Belum Paham Isi Gugatan PDI-P di PTUN

Nasional
KPK Sita Pabrik Kelapa Sawit Bupati Nonaktif Labuhan Batu, Nilainya Rp 15 M

KPK Sita Pabrik Kelapa Sawit Bupati Nonaktif Labuhan Batu, Nilainya Rp 15 M

Nasional
Sidang Praperadilan Tersangka TPPU Panji Gumilang Berlanjut Pekan Depan, Vonis Dibacakan 14 Mei

Sidang Praperadilan Tersangka TPPU Panji Gumilang Berlanjut Pekan Depan, Vonis Dibacakan 14 Mei

Nasional
Hukuman Yusrizki Muliawan di Kasus Korupsi BTS 4G Diperberat Jadi 4 Tahun Penjara

Hukuman Yusrizki Muliawan di Kasus Korupsi BTS 4G Diperberat Jadi 4 Tahun Penjara

Nasional
Airin dan Ahmed Zaki Dekati PKB untuk Pilkada 2024

Airin dan Ahmed Zaki Dekati PKB untuk Pilkada 2024

Nasional
Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Nasional
Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Nasional
Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Nasional
Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Nasional
Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com