Pada 4 Mei, jumlah orang yang telah dicek status kesehatannya terkait Covid-19 baru sebanyak 86.061 orang.
Dengan demikian rasio tes per 1 juta penduduk berada di kisaran 317 orang. Jumlah tersebut tergolong rendah bila dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya seperti Vietnam, Singapura, dan Malaysia.
Hingga 26 April, Vietnam merupakan negara dengan jumlah tes terbanyak di ASEAN, yakni mencapai 212.965 orang. Dengan demikian, sebanyak 2.000 tes per 1 juta penduduk telah dilakukan Vietnam.
Adapun Presiden Jokowi telah menginstruksikan agar tes masif dilakukan untuk mengetahui jumlah sebenarnya pasien positif Covid-19 di Indonesia. Jokowi menargetkan sebanyak 10.000 tes per hari.
Baca juga: Target Jokowi Tes PCR 10.000 Per Hari Belum Tercapai, Ini Sebabnya...
Doni mengakui, target dari Presiden Joko Widodo untuk melakukan 10.000 tes spesimen per hari dengan metode polymerase chain reaction (PCR) belum tercapai.
"Presiden sejak dua minggu lalu meminta setiap hari kita mampu melakukan 10.000 tes pengambilan spesimen. Kenyataannya, data riil baru berkisar 6.000 hingga 7.000 spesimen," kata Doni usai rapat terbatas dengan Presiden Jokowi lewat video conference, Senin (4/5/2020).
Doni menyebut, tes spesimen 10.000 per hari belum bisa dilakukan karena permasalahan terbatasnya sumber daya manusia yang bekerja di laboratorium.
Sementara, untuk masalah ketersediaan PCR dan reagen, Doni memastikan sudah tak ada masalah. Sebab, sudah ada 1 juta reagen yang tersedia.
"Di lapangan, faktornya bukan reagennya tetapi petugas lab kita jumlahnya terbatas," kata dia.
Baca juga: Pemerintah Tambah 41 Laboratorium untuk Covid-19, Kini Jadi 89
Untuk mengatasi masalah ini, Gugus Tugas Covid-19 segera berkoordinasi dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) guna mencari tambahan tenaga di laboratorium.
Dengan tambahan SDM, maka akan diberlakukan kerja shift sehingga dalam sehari setiap laboratorium bisa bekerja selama 16 jam.
"Kalau sudah bisa 16 jam, bisa di atas 12.000. Karena reagen tersedia dan komponen untuk mendukung swab juga tersedia," ucap Doni.
Baca juga: Jokowi, Covid-19, dan Hikayat Mudik
Meski ketersediaan reagen dibantah Doni sebagai faktor penghambat, nyatanya beberapa daerah mengeluhkan ketersediaan senyawa yang digunakan untuk melakukan tes PCR tersebut.
Di Gorontalo misalnya, Laboratorium Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) di sana kekurangan reagen kit PCR sehingga berhenti beroperasi sementara memeriksa sampel tenggorokan pasien.
Akibatnya proses deteksi pasien yang terindikasi tertular virus corona terpaksa berlanjut dengan cara mengirimkan spesimen ke Badan Litbangkes Kemenkes di Jakarta.
Baca juga: Kehabisan Reagen PCR, Sampel Pasien di Gorontalo Harus Kembali Dikirim ke Jakarta