JAKARTA, KOMPAS.com - Pemungutan suara Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 di Indonesia dijadwalkan digelar pada 9 Desember.
Padahal, tak ada satu pihak pun yang bisa menjamin bahwa pada waktu tersebut wabah Covid-19 berakhir.
Senior Program Manager International Institute for Democracy and Electoral Assistance (IDEA) Adhy Aman mengatakan, jika pilkada terpaksa digelar di tengah pandemi corona, Indonesia bisa belajar dari negara lain.
Baca juga: Kualitas Pilkada 2020 Dikhawatirkan Buruk jika Dipaksakan Desember
Ia mencontohkan Korea Selatan sebagai negara yang sukses menggelar pemilihan umum di tengah pandemi Covid-19.
"Upaya Komisi Pemilihan Umum (KPU) Korea untuk meyakinkan pemilih itu berhasil. Karena walaupun ada ancaman kesehatan terhadap pemilih, mereka tetap keluar (rumah) untuk memilih," kata Adhy dalam sebuah diskusi yang digelar Selasa (21/4/2020).
Adhy mengatakan, Pemilu Korea Selatan tahun ini menjadi pemilu dengan partisipasi pemilih tertinggi pasca-pemilu tahun 1992.
Partisipasi pemilih mencapai angka 66,2 persen, atau meningkat 8,1 persen dibandingkan pemilu empat tahun sebelumnya.
"Tapi ada catatan khusus karena tahun ini batas umur pemilih itu baru saja mereka turunkan, dari 19 tahun menjadi 18 tahun," ujar Adhy.
Menurut Adhy, pemilu di Korea Selatan digelar dengan memperhatikan prosedur pencegahan penularan virus corona.
Baca juga: KPU Minta Diberi Kewenangan Penuh Tetapkan Hari Pemungutan Suara Pilkada
Ada sejumlah langkah yang mereka tempuh, salah satunya menambah jumlah hari pemungutan suara supaya pemilih tak menumpuk pada satu waktu saja.
Pencoblosan yang semula dijadwalkan pada 15 April 2020, akhirnya juga diselenggarakan pada 10 dan 11 April.
Tidak hanya itu, pemilih juga diperbolehkan memilih di tempat pemungutan suara (TPS) manapun, tidak harus di TPS tempat mereka terdaftar. Hal ini untuk lebih memudahkan para pemilih.
Di TPS, prosedur perlindungan kesehatan diterapkan secara ketat. Jarak antara satu pemilih dengan pemilih lain ketika mengantri diberi jarak sehingga tidak saling berhimpitan.
Pemilih diwajibkan untuk mengenakan masker. Sewaktu tiba di TPS, pemilih diukur suhu badannya, dan dipastikan tidak bersuhu badan lebih dari 37,5 derajat celcius.
Sebelum memasuki TPS, pemilih juga harus mensterilkan tangan mereka menggunakan hand sanitizer, kemudian mengenakan sarung tangan plastik sekali pakai.
Prosedur perlindungan kesehatan yang sama juga diberlakukan untuk para petugas pemilu di TPS.
Baca juga: KPU Rancang Pelaksanaan Pilkada 2020 jika Digelar saat Wabah Covid-19
Adhy mengatakan, untuk mengedukasi para pemilih, KPU Korea Selatan memberikan layanan informasi melalui portal resmi serta sejumlah media sosial milik mereka.
Sementara itu, untuk menarik partisipasi pemilih, peserta pemilu melakukan kampanye secara daring, tidak lagi menggunakan cara-cara konvensional yang mengumpulkan banyak orang.
Untuk menjamin transparansi pemilu, KPU Korea Selatan menayangkan siaran langsung pemilihan di TPS.
"Jadi jangan mentang-mentang ada bencana diambil kesempatan dalam kesempitan untuk mengurangi hal-hal yang seharusnya jadi patokan, menurunkan standar, jangan sampai," ujar Adhy.
Meskipun Korea Selatan berhasil menggelar pemilu di tengah pandemi Covid-19, Adhy tak menyarankan Indonesia langsung mengadopsi cara-cara ini.
Apa yang telah dilakukan Korea Selatan, kata dia, bisa dijadikan pembelajaran untuk bahan pertimbangan pengambilan keputusan.
Baca juga: KPU Minta Perppu Diterbitkan April jika Pilkada Dilaksanakan Desember 2020
Jika Indonesia ingin tetap menggelar pilkada di tengah pandemi corona, disarankan untuk mempersiapkan segala sesuatunya secara matang.
Sebab, hal itu pulalah yang dilakukan oleh Korea Selatan sehingga mencapai keberhasilan.
"Banyak yang harus dilakukan, komunikasi harus ditambah, perlengkapan harus ditambah," kata Adhy.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.