Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

WP KPK Tolak Wacana Yasonna Bebaskan Koruptor karena Mengurangi Efek Jera

Kompas.com - 03/04/2020, 13:05 WIB
Ardito Ramadhan,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wadah Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (WP KPK) menolak wacana Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly membebaskan narapidana kasus korupsi sebagai upaya pencegahan penyebaran virus corona.

Wacana tersebut dilakukan dengan merevisi Peraturan Pemerintah (PP) tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

Baca juga: Kritik atas Wacana Yasonna Bebaskan Koruptor di Tengah Wabah Covid-19

Ketua WP KPK Yudi Purnomo meminta pemerintah tidak merevisi PP tersebut karena dapat mengurangi efek jera dan dinilai memanfaatkan pandemi Covid-19 untuk membebaskan koruptor.

"Wacana pembebasan koruptor termasuk dengan merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 justru pada saat kondisi krisis epidemi Covid-19 merupakan bentuk untuk meringankan bahkan mereduksi deterrence effect dari pemidanaan terhadap koruptor," kata Yudi dalam siaran pers, Jumat (3/4/2020).

Yudi mengingatkan, penggelontoran dana senilai Rp 405 triliun dalam rangka penanganan Covid-19 ini rawan akan penyelewengan untuk memperoleh keuntungan lewat korupsi.

Selain itu, kata Yudi, korupsi juga telah digolongkan sebagai kejahatan luar biasa.

Salah satu buktinya ialah penempatan tindak pidana korupsi yang setara dengan tindak pidana terorisme dalam PP Nomor 99 Tahun 2012.

"Untuk itu, pesan serius yang memberikan efek deterrence haruslah semakin ditekankan bukan malah dihilangkan," ujar Yudi.

Baca juga: Usul Yasonna Bebaskan Koruptor Mulai Dibahas di Istana

Yudi melanjutkan, wacana revisi PP Nomor 99 Tahun 2012 tersebut merupakan wacana yang sudah berkali-kali digulirkan Yasonna dan mendapat penolakan publik.

Lagipula, menurut Yudi, masih banyak metode lain yang dapat diterapkan untuk menghindari risiko Covid-19 di penjara tanpa harus membebaskan para napi korupsi.

"Jangan sampai epidemi Covid-19 justru malah menjadi momentum yang dimanfaatkan untuk memuluskan rencana tersebut," kata Yudi.

Baca juga: Ketua Komisi III Setuju Napi Koruptor Dibebaskan, asalkan...

Diberitakan sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly berencana merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

Sebab, napi koruptor dan narkotika yang tata laksana pembebasannya diatur lewat PP itu, tidak bisa ikut dibebaskan bersama 30.000 napi lain, dalam rangka pencegahan Covid-19 di lembaga pemasyarakatan (lapas).

Lewat revisi itu, Yasonna ingin memberikan asimilasi kepada napi korupsi berusia di atas 60 tahun dan telah menjalani 2/3 masa pidana yang jumlahnya sebanyak 300 orang.

"Karena ada beberapa jenis pidana yang tidak bisa kami terobos karena Peraturan Pemerintah Nomor 99/2012," kata Yasonna dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR yang digelar virtual, Rabu (1/4/2020).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Disebut Sewa Influencer untuk Jadi Buzzer, Bea Cukai Berikan Tanggapan

Disebut Sewa Influencer untuk Jadi Buzzer, Bea Cukai Berikan Tanggapan

Nasional
Profil Eko Patrio yang Disebut Calon Menteri, Karier Moncer di Politik dan Bisnis Dunia Hiburan

Profil Eko Patrio yang Disebut Calon Menteri, Karier Moncer di Politik dan Bisnis Dunia Hiburan

Nasional
PDI-P Bukan Koalisi, Gibran Dinilai Tak Tepat Konsultasi soal Kabinet ke Megawati

PDI-P Bukan Koalisi, Gibran Dinilai Tak Tepat Konsultasi soal Kabinet ke Megawati

Nasional
Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Nasional
Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Nasional
Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Nasional
Dilema Prabowo Membawa Orang 'Toxic'

Dilema Prabowo Membawa Orang "Toxic"

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Nasional
Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Nasional
Menakar Siapa Orang 'Toxic' yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Menakar Siapa Orang "Toxic" yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Nasional
Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com