Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polemik Internal TVRI dari Pecat Helmy Yahya hingga Nonaktif Tiga Direktur

Kompas.com - 28/03/2020, 08:20 WIB
Sania Mashabi,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Polemik di internal LPP TVRI terus berlanjut. Semua polemik tersebut bermula dari pemecatan Direktur Utama TVRI Helmy Yahya.

Helmy dipecat karena dianggap membuat TVRI terlalu mengejar rating.

Pemecatan tersebut menuai penolakan dari berbagai pihak, mulai dari karyawan hingga para petinggi TVRI.

Polemik pemecatan itu terus berbuntut panjang.

Kini tiga direktur TVTI dinonaktifkan oleh Dewan Pengawas (Dewas) karena dianggap tidak patuh dengan Dewas dan berkaitan dengan dugaan pelanggaran yang dilakukan Helmy Yahyah.

Baca juga: Ini Alasan Dewan Pengawas Nonaktifkan 3 Direktur TVRI Terkait Kasus Helmy Yahya

Tiga direktur yang dinonaktifkan di antaranya Direktur Program dan Berita Apni Jaya Putra, Direktur Keuangan Isnan Rahmanto, dan Direktur Umum Tumpak Pasaribu.

Ketua Dewan Pengawas LPP TVRI Arief Hidayat Thamrin mengatakan, penonaktifkan itu memang masih berkaitan dengan kasus pemecatan Helmy Yahya sebagai Direktur Utama TVRI.

"Penerbitan Surat Pemberitahuan Rencana Pemberhentian yang diikuti penonaktifan tiga direksi dilakukan sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2005 menyusul pemberhentian Helmy Yahya sebagai Direktur Utama TVRI pada tangga 16 Januari 2020," kata Arief melalui keterangan pers, Jumat (27/3/2020).

Alasan penonaktifan

Arief mengatakan, Dewas TVRI memiliki alasan kuat untuk menonaktifkan ketiga direktur tersebut.

"Adanya pelanggaran peraturan dan perundang-undangan yang telah dilakukan. Sebagian besar pelanggaran mantan direktur utama saudara Helmy Yahya yang melibatkan tiga anggota direksi tersebut," ungkap Arief.

Salah satu alasannya, kata dia, tiga direktur diduga telah melakukan pelanggaran peraturan dan perundang-undangan.

"Sebagian besar pelanggaran mantan direktur utama saudara Helmy Yahya yang melibatkan tiga anggota direksi tersebut," ungkap dia.

Baca juga: Dinonaktifkan Dewan Pengawas, Direktur Umum TVRI Akan Beri Pembelaan

Alasan selanjutnya, tunggakan pembayaran utang TVRI terhadap Mola TV atau Liga Inggris yang tak kunjung dibayar.

Menurut Arief, karena tunggakan pembayaran utang sejak November 2019 tersebut, nominal pembayaran utang menjadi lebih besar.

"Utang pada Mola TV yang jatuh tempo November 2019 yang dijanjikan dibayarkan melalui PNBP sampai Maret 2020 belum dapat dipenuhi pembayarannya," ujar Arief.

Baca juga: Alasan Dewas Nonaktifkan Tiga Direktur TVRI Dinilai Mengada-ada

Ia juga menduga ada upaya provokasi untuk mendiskreditkan Dewas yang diduga dilakukan pihak direksi pasca-pemecatan Helmy Yahya.

Dewas, kata Arief, juga kerap mendapat laporan adanya intimidasi di daerah terhadap satuan kerja yang mendukung Dewas dan tidak sejalan dengan direksi di Jakarta.

"Laporan dari kalangan kepala satuan kerja di daerah adanya semacam ancaman atau intimidasi kepada para satuan kerja di daerah yang mendukung Dewan Pengawas," ucap Arief.

Alasan mengada-ada

Mendengar alasan Dewas melakukan penonaktifan, Direktur Umum nonaktif LPP TVRI Tumpak Pasaribu angkat bicara.

Tumpak menilai alasan Dewas menonaktifkan dirinya dari jabatan karena dianggap ikut melakukan provokasi pasca-pemecatan Helmy Yahya sebagai Direktur Utama TVRI terlalu mengada-ada.

"Ini yang menurut kami mengada-ada dan pegawai melalukan protes terhadap keputusan Dewas menghentikan Pak Helmy Yahya kan karena pegawai sudah tau kemajuan TVRI selama ini," kata Tumpak pada Kompas.com, Jumat (27/3/2020).

Baca juga: Pernyataan Helmy Yahya Seputar Pemecatannya dari Dirut TVRI

"Kemajuan TVRI selama ini diapresiasi pegawai kok malah Dewas memecat Helmy Yahya," sambungnya.

Oleh karena itu, Tumpak akan melakukan pembelaan terhadap tuduhan Dewas tersebut.

Waktu yang diberikan untuk pembelaan selama satu bulan. Dan Dewas bisa punya waktu dua bulan untuk melakukan pemberhentian permanen.

"Langkah kami pertama adalah klarifikasi terhadap penonaktifan karena istilah nonaktif tidak dikenal dalam PP (Peraturan Pemerintah) 13 Tahun 2005 dan tahap kedua akan memberikan pembelaan atas tuduhan dewas," ujar Tumpak.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com