Salin Artikel

Polemik Internal TVRI dari Pecat Helmy Yahya hingga Nonaktif Tiga Direktur

Helmy dipecat karena dianggap membuat TVRI terlalu mengejar rating.

Pemecatan tersebut menuai penolakan dari berbagai pihak, mulai dari karyawan hingga para petinggi TVRI.

Polemik pemecatan itu terus berbuntut panjang.

Kini tiga direktur TVTI dinonaktifkan oleh Dewan Pengawas (Dewas) karena dianggap tidak patuh dengan Dewas dan berkaitan dengan dugaan pelanggaran yang dilakukan Helmy Yahyah.

Tiga direktur yang dinonaktifkan di antaranya Direktur Program dan Berita Apni Jaya Putra, Direktur Keuangan Isnan Rahmanto, dan Direktur Umum Tumpak Pasaribu.

Ketua Dewan Pengawas LPP TVRI Arief Hidayat Thamrin mengatakan, penonaktifkan itu memang masih berkaitan dengan kasus pemecatan Helmy Yahya sebagai Direktur Utama TVRI.

"Penerbitan Surat Pemberitahuan Rencana Pemberhentian yang diikuti penonaktifan tiga direksi dilakukan sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2005 menyusul pemberhentian Helmy Yahya sebagai Direktur Utama TVRI pada tangga 16 Januari 2020," kata Arief melalui keterangan pers, Jumat (27/3/2020).

Alasan penonaktifan

Arief mengatakan, Dewas TVRI memiliki alasan kuat untuk menonaktifkan ketiga direktur tersebut.

"Adanya pelanggaran peraturan dan perundang-undangan yang telah dilakukan. Sebagian besar pelanggaran mantan direktur utama saudara Helmy Yahya yang melibatkan tiga anggota direksi tersebut," ungkap Arief.

Salah satu alasannya, kata dia, tiga direktur diduga telah melakukan pelanggaran peraturan dan perundang-undangan.

"Sebagian besar pelanggaran mantan direktur utama saudara Helmy Yahya yang melibatkan tiga anggota direksi tersebut," ungkap dia.

Alasan selanjutnya, tunggakan pembayaran utang TVRI terhadap Mola TV atau Liga Inggris yang tak kunjung dibayar.

Menurut Arief, karena tunggakan pembayaran utang sejak November 2019 tersebut, nominal pembayaran utang menjadi lebih besar.

"Utang pada Mola TV yang jatuh tempo November 2019 yang dijanjikan dibayarkan melalui PNBP sampai Maret 2020 belum dapat dipenuhi pembayarannya," ujar Arief.

Ia juga menduga ada upaya provokasi untuk mendiskreditkan Dewas yang diduga dilakukan pihak direksi pasca-pemecatan Helmy Yahya.

Dewas, kata Arief, juga kerap mendapat laporan adanya intimidasi di daerah terhadap satuan kerja yang mendukung Dewas dan tidak sejalan dengan direksi di Jakarta.

"Laporan dari kalangan kepala satuan kerja di daerah adanya semacam ancaman atau intimidasi kepada para satuan kerja di daerah yang mendukung Dewan Pengawas," ucap Arief.

Alasan mengada-ada

Mendengar alasan Dewas melakukan penonaktifan, Direktur Umum nonaktif LPP TVRI Tumpak Pasaribu angkat bicara.

Tumpak menilai alasan Dewas menonaktifkan dirinya dari jabatan karena dianggap ikut melakukan provokasi pasca-pemecatan Helmy Yahya sebagai Direktur Utama TVRI terlalu mengada-ada.

"Ini yang menurut kami mengada-ada dan pegawai melalukan protes terhadap keputusan Dewas menghentikan Pak Helmy Yahya kan karena pegawai sudah tau kemajuan TVRI selama ini," kata Tumpak pada Kompas.com, Jumat (27/3/2020).

"Kemajuan TVRI selama ini diapresiasi pegawai kok malah Dewas memecat Helmy Yahya," sambungnya.

Oleh karena itu, Tumpak akan melakukan pembelaan terhadap tuduhan Dewas tersebut.

Waktu yang diberikan untuk pembelaan selama satu bulan. Dan Dewas bisa punya waktu dua bulan untuk melakukan pemberhentian permanen.

"Langkah kami pertama adalah klarifikasi terhadap penonaktifan karena istilah nonaktif tidak dikenal dalam PP (Peraturan Pemerintah) 13 Tahun 2005 dan tahap kedua akan memberikan pembelaan atas tuduhan dewas," ujar Tumpak.

https://nasional.kompas.com/read/2020/03/28/08204711/polemik-internal-tvri-dari-pecat-helmy-yahya-hingga-nonaktif-tiga-direktur

Terkini Lainnya

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Nasional
Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Nasional
AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

Nasional
Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Nasional
Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Nasional
Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Nasional
Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Nasional
AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum 'Clear', Masih Dihuni Warga

AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum "Clear", Masih Dihuni Warga

Nasional
Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Nasional
Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke