JAKARTA, KOMPAS.com - Komnas HAM menilai Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin tidak memberi sinyal soal penyelesaian kasus Peristiwa Paniai di Papua.
Hal itu disampaikan Komisioner Komnas HAM Choirul Anam terkait pengembalian berkas penyelidikan Peristiwa Paniai oleh Kejaksaan Agung kepada Komnas HAM.
“Sangat disayangkan, padahal kasus Paniai adalah kasus yang baru terjadi, rentang waktu peristiwanya belum lama. Sehingga gerak cepat dari Jaksa Agung sebagai penyidik akan memberikan dampak luas dan dalam akan tuntasnya kasus ini,” kata Anam ketika dihubungi Kompas.com, Jumat (20/3/2020).
“Sayang sekali, Jaksa Agung tidak memberikan sinyal ke arah sana,” sambung dia.
Padahal menurutnya, kasus tersebut dapat segera ditingkatkan statusnya ke penyidikan oleh Kejagung mengingat peristiwanya tergolong belum lama terjadi yaitu di tahun 2014.
Baca juga: Menanti Keseriusan Kejaksaan Agung Tuntaskan Kasus Pelanggaran HAM di Paniai
Berkas tersebut dikembalikan Kejagung pada Kamis (19/3/2020). Setelah diteliti, Kejagung berkesimpulan bahwa berkas belum memenuhi syarat formil dan materiil.
Komnas HAM mengaku sudah menerima berkas yang dikembalikan tersebut.
Selanjutnya, Komnas HAM akan menyusun perbaikan terhadap berkas tersebut.
“Staf kami telah menerima berkas yang dikembalikan. Kami akan mempersiapkan respons pengembalian tersebut,” ujarnya.
Lebih lanjut, Anam menyinggung soal potensi bahwa penuntasan kasus tersebut akan menemui jalan buntu.
Menurutnya, dibutuhkan sebuah terobosan agar penuntasan kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia dapat menemui titik terang.
“Dalam konteks ini bisa dikatakan potensial mandek, karena narasi berulang. Oleh karenanya dibutuhkan terobosan serius soal kewenangan ini. Misalnya apakah diperlukan penambahan kewenangan kepada Komnas HAM agar mata rantai yang menghambat penuntasan pelanggaran HAM bisa segera diputus,” tutur Anam.
Diberitakan, Kejaksaan Agung mengembalikan berkas penyelidikan Peristiwa Paniai di Papua kepada Komnas HAM karena dinilai belum memenuhi syarat formil dan materiil, Kamis (19/3/2020) kemarin.
Kejagung beralasan, kekurangan yang cukup signifikan dinilai berada pada kelengkapan materiil berkas.
Hari mengatakan, hasil penyelidikan belum memenuhi unsur pada pasal yang akan disangkakan pada Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Azasi Manusia (Pengadilan HAM).