JAKARTA, KOMPAS.com - Eks Direktur Utama Pertamina Karen Galaila Agustiawan telah menghirup udara bebas sejak Selasa (10/3/2020) malam, usai kasasinya dikabulkan Mahkamah Agung (MA).
Sebelumnya, Karen divonis 8 tahun penjara oleh majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada 10 Juni 2019. Ia juga dihukum membayar denda Rp 1 miliar subsider 4 bulan kurungan.
Karen terbukti mengabaikan prosedur investasi yang berlaku di PT Pertamina dan ketentuan atau pedoman investasi lainnya dalam Participating Interest (PI) atas Lapangan atau Blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia tahun 2009.
Baca juga: Hirup Udara Bebas, Karen Agustiawan: Kangen Bapak...
Selain kasasinya dikabulkan, MA membebaskan Karen dari segala tuntutan (onslag van recht vervolging).
Dari petikan putusan MA bernomor 121 K/Pid.Sus/2020 itu, MA juga memutuskan untuk memulihkan hak terdakwa, menyerahkan barang bukti kepada JPU, serta memerintahkan kejaksaan melepaskan Karen.
Usai keluar dari Rutan Salemba Cabang Kejagung, Jakarta Selatan, Karen mengucapkan terima kasih kepada Allah SWT, keluarganya, hingga para karyawan Pertamina.
Karen sekaligus mengucapkan terima kasih kepada orang-orang yang ia temui di rutan.
Baca juga: Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan Bebas dari Penjara
"Yang ketiga saya juga mau ucapkan terima kasih kepada teman-teman baru saya yang telah menemani saya selama 1 tahun 5 bulan 15 hari," tutur Karen.
Apa yang akan dilakukan?
Usai bebas, Karen mengaku akan melepas rindu bersama keluarganya.
Secara khusus, izd a mengaku akan melepas rindu bersama sang suami begitu sampai di rumah.
"Kelonan sama suami, boleh kan. Kangen sekali sama bapak," ujar Karen.
Terkesan dipaksakan
Meski merasa bahagia karena telah bebas, Karen tak memungkiri bahwa ia juga merasa kecewa karena menilai kasus yang selama ini menjeratnya terkesan dipaksakan.
Baca juga: Divonis 8 Tahun di Tipikor, Karen Agustiawan Dibebaskan Mahkamah Agung
Menurutnya, keputusan berinvestasi di Blok BMG Australia merupakan ranah hukum perdata dan bukan pidana.
"Selain bahagia saya juga ada kekecewaan. Kekecewaannya karena BMG ini adalah aksi korporasi yang pakemnya adalah business judgement. Yang domainnya adalah hukum perdata, tapi dipaksakan untuk menjadi domain hukum pidana, tipikor," kata Karen.
Kendati demikian, ia enggan menyebutkan siapa pihak yang dinilainya memaksakan kasus tersebut.
Akibat kasus itu, Karen mengaku nama baiknya rusak. Namun, ia bersyukur MA melepaskannya dari segala tuntutan hukum.
Baca juga: Eks Dirut Pertamina Bebas, Bagaimana dengan Barang Bukti yang Menjeratnya?
"Nama baik saya rusak, karakter saya dihancurkan, tapi saya masih merasa bersyukur bahwa saya tidak mengalami keadilan di sisi hulu, tapi kemarin saya mengalami keadilan di sisi hilir," ujar Karen.
"Pihak yang telah memberikan keputusan onslag adalah mereka yang telah sangat cermat, profesional, dan adil terhadap kasus saya ini," sambung dia.
Bantah ada pemaksaan
Menanggapi pernyataan Karen, Kejagung membantah bahwa kasus tersebut dipaksakan.
Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono, penyidik memang melihat adanya dugaan korupsi pada investasi di Blok BMG tersebut dan menelusurinya.
Baca juga: MA Bebaskan Eks Dirut Pertamina, Mahfud: Suka Tak Suka, Tetap Berlaku
Hari mengatakan, dugaan korupsi itu pun telah terbukti di pengadilan tingkat pertama hingga tingkat banding.
"Jadi perjalanan dalam penanganan perkara pure, murni, terhadap dugaan terjadinya tindak pidana yang dalam hal ini adalah tindak pidana korupsi. Ndak ada yang namanya dipaksakan dan lain sebagainya," ungkap Hari saat konferensi pers di Kompleks Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (10/3/2020) malam.
Akan pelajari putusan MA
Selanjutnya, Kejagung akan mempelajari putusan MA secara utuh sebelum menentukan langkah hukum selanjutnya.
Baca juga: MA Bebaskan Eks Dirut Pertamina, Kejagung akan Pelajari Putusan
Ia mengatakan, pihaknya belum menerima salinan putusan secara utuh. Maka dari itu, Kejagung meminta waktu untuk mempelajari putusan tersebut.
Menurutnya, Kejagung akan mempelajari terobosan hukum apa yang dapat dilakukan dalam perkara ini.
Sebab, putusan Mahkamah Konsitusi (MK) telah menyatakan bahwa jaksa tidak dapat mengajukan peninjauan kembali (PK).
"Walaupun tadi disampaikan ada putusan MK yang mendasari bahwa jaksa tidak mempunyai kewenangan untuk mengajukan peninjauan kembali, kira-kira nanti kami pelajari terobosan atau langkah hukum terhadap perkara ini ke depan," ucap Hari.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.