Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sidang Uji Materi, Ahli Singgung soal Kuorum Rapat Revisi UU KPK di DPR

Kompas.com - 04/03/2020, 14:28 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Tata Negara Susi Dwi Harijanti hadir memberikan keterangan sebagai ahli dalam sidang pengujian Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dalam sidang tersebut, Susi menyampaikan pentingnya pembuat undang-undang untuk mematuhi prosedur pembentukan peraturan perundang-undangan.

Prosedur pembentukan perundang-undangan sendiri antara lain diatur dalam tata tertib DPR.

Baca juga: 5 Keterangan Ahli soal Revisi UU KPK: Soal Kuorum DPR hingga Tanda Tangan Jokowi

"Apabila tata tertib tersebut dikualifikasi sebagai konvensi ketatanegaraan, maka saya berpendapat tidak dibenarkan konvensi ataupun praktik penyelenggaraan negara yang justru bertentangan dengan sendi-sendi konstitusi," kata Susi dalam persidangan di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (4/3/2020).

Susi mengatakan, ada sejumlah praktik pembentukan undang-undang yang bisa disebut inkonstitusional.

Misalnya, kuorum rapat paripurna yang hanya didasarkan pada tanda tangan anggota DPR, tanpa kehadiran fisik.

Hal itu, menurut Susi, bertentangan dengan asas kedaulatan rakyat yang telah diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945.

"Tidak dapat dibenarkan sebagai kebiasaan ketatanegaraan karena bertentangan dengan sendi demokrasi yang diatur UUD Pasal 1 Ayat (2)," ujar dia.

Menurut Susi, pembentukan sebuah undang-undang merupakan salah satu cara rakyat mengatur dirinya.

Oleh karena itu, prosesnya harus merepresentasikan dan tidak boleh bertentangan dengan kehendak rakyat.

Ia mengatakan, pembentukan undang-undang juga harus memperhatikan kedaulatan rakyat. Dalam hal ini, keterlibatan rakyat menjadi hal yang tak dapat dipisahkan.

"Selain itu forum konsultasi publik merupakan refleksi dari pelaksanaan hak untuk didengar," kata Susi.

Baca juga: Kepercayaan Publik terhadap KPK Turun, ICW: Dampak Seleksi Pimpinan dan UU KPK Baru

Untuk diketahui, sejak disahkan oleh DPR pada September 2019 lalu, UU KPK hasil revisi digugat oleh sejumlah pihak ke Mahkamah Konstitusi.

Salah satu gugatan diajukan oleh pimpinan KPK masa jabatan 2015-2019. Mereka adalah Agus Rahardjo, Laode M Syarief, dan Saut Situmorang.

Selain ketiga nama itu, gugatan juga dimohonkan sepuluh pegiat anti korupsi, antara lain eks pimpinan KPK Erry Riyana Hardjapamekas dan Mochamad Jasin serta beberapa nama lain, yaitu Betty Alisjahbana, Ismid Hadad, dan Tini H. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com