JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Riset Teknologi dan Perguruan Tinggi Bambang Brodjonegoro menyebutkan, salah satu kendala yang membuat riset dan inovasi Indonesia tidak maju karena kelembagaan riset masih dililit birokrasi.
Hal tersebut disampaikan Bambang saat Rapat Kerja Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) bertajuk Penguatan Daya Saing melalui Inovasi, Transformasi Digital, dan Kualitas SDM di Kantor BPPT, Jalan M.H. Thamrin, Jakarta Pusat, Senin (24/2/2020).
"Kita masih dililit dengan birokrasi di dalam kelembagaan riset. Saya pastikan, riset dan birokrasi itu tidak bisa kawin, karena dua hal itu mempunyai dua prinsip yang berbeda," ujar Bambang.
Baca juga: Tantangan Jokowi dan Ironi Riset RI
Oleh karena itu, kata dia, ke depannya perlu dilakukan debirokratisasi di bidang riset.
Pasalnya, lanjut Bambang, riset tidak bisa dikembangkan dengan jenjang struktural dan rumitnya birokrasi seperti yang terjadi saat ini.
"Sehingga orientasi dari riset yang sekarang adalah sekadar kegiatan, sekadar penyerapan anggaran. Karena itulah kinerja dari birokrasi," kata dia.
Kondisi seperti itu pun sangat tidak sesuai dengan cita-cita untuk menjadikan Indonesia sebagai perekonomian berbasis inovasi.
Baca juga: Jokowi Minta Produk Hasil Riset dan Inovasi Diproduksi Besar-besaran
Selain itu, sumber dana riset atau penelitian Indonesia hanya 0,25 persen dari Gross Domestic Product (GDP), jauh jika dibandingkan dengan negara-negara maju lainnya di dunia.
"0,25 persen ini belum puncak masalahnya. Puncaknya adalah dengan anggaran tadi, 80 persennya datang dari dari Pemerintah, hanya 20 persen yang dari swasta. Jadi artinya yang tertarik, yang sibuk melakukan riset itu pemerintah. Ini yang membuat riset tidak akan maju, karena riset tidak didorong oleh suatu kebutuhan yang real," kata dia.
Kondisi ini berbeda dengan negara lain seperti Korea Selatan, Jepang, atau Thailand yang risetnya didominasi swasta.
Alokasi dana riset 70-80 persen di negara-negara itu, berasal dari swasta dan pemerintah hanya 20 persen. Hal tersebut karena pihak swasta lah yang lebih tahu kebutuhan pasar untuk melakukan riset dan inovasi.
Baca juga: Sosok di Balik Inovasi TNI AU Perbaiki Human Centrifuge hingga Boeing 737
"Kalau pemerintah yang sibuk, maka ujungnya adalah penyerapan anggaran yang tidak berujung pangkal, yang tidak jelas apa fokus risetnya," kata dia.
Selain itu, sumber daya manusia (SDM) juga menjadi kendala lainnya baik dari segi jumlah maupun kualitas. Termasuk juga soal fokus riset yang sulit dicari.
Saat ini, kata dia, bidang prioritas penelitian dan inovasi di Indonesia ada sembilan. Padahal bagi banyak pihak, jumlah tersebut belum termasuk prioritas.
"Karena masih terlalu banyak sehingga kita harus benar-benar mencari apa yang sebenarnya menjadi fokus riset kita dengan prioritas yang lebih terbatas," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.