JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti mengatakan, RUU Ketahanan Keluarga sebaiknya tidak perlu ada.
"Ini tidak perlu ada. RUU Ketahanan Keluarga menurut saya tidak perlu diajukan sama sekali," ujar Bivitri di bilangan Senayan, Jakarta, Sabtu (22/2/2020).
Alasannya, kata Bivitri, tidak semua persoalan sosial bisa diselesaikan dengan peraturan perundang-undangan.
Dia menyoroti alasan pengusul RUU Ketahanan Keluarga yang ingin mengurangi angka perceraian.
Baca juga: Sandiaga Soroti Polarisasi soal RUU Ketahanan Keluarga
Menurut Bivitri, alasan ini tidak didasari analisis secara menyeluruh.
"Masalah perceraian itu faktornya banyak. Kemudian penyebabnya tidak bisa disamaratakan," tuturnya.
Karenanya, tidak bijaksana jika solusi tingginya kasus perceraian lantas dicari solusinya lewat undang-undang.
"Bahwa semua masalah sosial bisa diselesaikan dengan UU itu salah. Jangan tergila-gila pada UU," tegas Bivitri.
Baca juga: Soal RUU Ketahanan Keluarga, Pakar: Tak Etis Negara Atur Keluarga
Bivitri mengingatkan implementasi jika RUU Ketahanan Keluarga ini nanti disahkan menjadi UU.
Pasalnya, kata dia, saat ini banyak sekali Peraturan Daerah (Perda) yang serupa dan tidak berjalan maksimal.
Sehingga, Bivitri menyarankan agar draf RUU Ketahanan Keluarga ditarik secara keseluruhan.
"Sebab yang terjadi kalau UU bersumber dari salah analisis, implementasinya tidak akan jalan. RUU ini secara paradigma sudah salah. Utamanya poin soal posisi perempuan," tambahnya.
Baca juga: Baleg DPR Buka Kemungkinan RUU Ketahanan Keluarga Digabungkan dengan UU Lain
Diberitakan, RUU Ketahanan Keluarga diusulkan oleh lima anggota DPR.
Kelimanya yaitu anggota Fraksi PKS Ledia Hanifa dan Netty Prasetiyani, anggota Fraksi Gerindra Sodik Mujahid, anggota Fraksi Golkar Endang Maria Astuti, dan anggota Fraksi PAN Ali Taher.
Belakangan Endang Maria menyatakan menarik diri sebagai pengusul RUU ini. Ia mengaku, RUU ini merupakan usulan pribadi, bukan fraksi.