Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saran MK Dinilai Memberatkan, Pemohon Cabut Gugatan Uji Materi Terkait Kasus First Travel

Kompas.com - 29/01/2020, 22:41 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang putusan pengujian Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Rabu (29/1/2020).

Uji materi kedua undang-undang itu dimohonkan oleh Pengacara Pitra Romadoni yang dalam hal ini menyoal perampasan aset First Travel oleh negara.

Dalam putusannya, MK mengabulkan permohonan pemohon untuk menarik gugatannya.

"Menetapkan, mengabulkan permohonan penarikan kembali permohonan para pemohon," kata Hakim Ketua Anwar Usman di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (29/1/2020).

Baca juga: KUHP dan KUHAP Digugat ke MK karena Putusan Hakim soal Aset First Travel

Dikonfirmasi oleh Kompas.com, pemohon perkara, Pitra Romadoni, menyebut bahwa sebenarnya permohonan ditarik atas permintaan kliennya yang dalam hal ini adalah korban penipuan First Travel.

Permohonan ditarik karena hakim MK pada persidangan pendahuluan menyarankan supaya pemohon membuat daftar seluruh korban penipuan First Travel yang jumlahnya mencapai 63.000 orang.

Menurut pemohon, hal ini sulit dipenuhi, bahkan di luar logika mereka.

"Jadi kami menganggap masukan-masukan dari hakim tersebut terlalu sangat memberatkan klien kami. Daripada menghasilkan suatu putusan yang tidak berpihak kepada klien, lebih bagus putusan tersebut kami cabut," ujar Pitra.

Baca juga: Pemohon Uji Materi Kasus First Travel Minta MK Tambahkan Sejumlah Frasa di KUHP dan KUHAP

Meski begitu, Pitra bersama kliennya mengaku akan kembali mengajukan gugatan uji materi menyoal perampasan aset First Travel oleh negara.

Tidak menutup kemungkinan, Pitra juga akan mengajukan gugatan terkait hal ini ke pengadilan negeri Jakarta Pusat.

"Ini sedang dalam penggodogan bersama tim advokat dan klien," katanya.

Diberitakan sebelumnya, Pengacara Pitra Romadoni mengajukan judicial review (JR) terhadap dua pasal dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Kedua pasal tersebut dianggap menjadi dasar bagi hakim yang memutuskan bahwa aset First Travel disita dan selanjutnya diserahkan kepada negara.

"Pasal 39 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dan Pasal 46 Kitab Undang-undang Hukum Acara (Pidana). Pasal tersebut adalah dasar hakim Pengadilan Negeri Depok memutuskan perkara First Travel," kata Pitra di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (25/11/2019).

Baca juga: Hakim MK Pertanyakan Permintaan Penggugat yang Ingin Aset First Travel Dikembalikan ke Korban

Menurut Pitra, kedua pasal tersebut bertentangan dengan sejumlah pasal dalam UUD 1945, seperti Pasal 28 D, 28 I dan 28 H, yang menjamin hak perlindungan dan kepastian hukum warga negara.

Pasal 28 D ayat (1) dan (2) mengatakan, setiap orang berhak atas jaminan perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakukan yamg sama di hadapan hukum.

Sedangkan pada Pasal 28 H ayat (4) disebutkan bahwa setiap orang berhak memiliki hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun.

Oleh karenanya, Pitra menyebut, seharusnya aset First Travel bukan jatuh kepada negara, melainkan pada korban penipuan jasa penyedia umroh itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com