JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang putusan pengujian Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Rabu (29/1/2020).
Uji materi kedua undang-undang itu dimohonkan oleh Pengacara Pitra Romadoni yang dalam hal ini menyoal perampasan aset First Travel oleh negara.
Dalam putusannya, MK mengabulkan permohonan pemohon untuk menarik gugatannya.
"Menetapkan, mengabulkan permohonan penarikan kembali permohonan para pemohon," kata Hakim Ketua Anwar Usman di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (29/1/2020).
Baca juga: KUHP dan KUHAP Digugat ke MK karena Putusan Hakim soal Aset First Travel
Dikonfirmasi oleh Kompas.com, pemohon perkara, Pitra Romadoni, menyebut bahwa sebenarnya permohonan ditarik atas permintaan kliennya yang dalam hal ini adalah korban penipuan First Travel.
Permohonan ditarik karena hakim MK pada persidangan pendahuluan menyarankan supaya pemohon membuat daftar seluruh korban penipuan First Travel yang jumlahnya mencapai 63.000 orang.
Menurut pemohon, hal ini sulit dipenuhi, bahkan di luar logika mereka.
"Jadi kami menganggap masukan-masukan dari hakim tersebut terlalu sangat memberatkan klien kami. Daripada menghasilkan suatu putusan yang tidak berpihak kepada klien, lebih bagus putusan tersebut kami cabut," ujar Pitra.
Baca juga: Pemohon Uji Materi Kasus First Travel Minta MK Tambahkan Sejumlah Frasa di KUHP dan KUHAP
Meski begitu, Pitra bersama kliennya mengaku akan kembali mengajukan gugatan uji materi menyoal perampasan aset First Travel oleh negara.
Tidak menutup kemungkinan, Pitra juga akan mengajukan gugatan terkait hal ini ke pengadilan negeri Jakarta Pusat.
"Ini sedang dalam penggodogan bersama tim advokat dan klien," katanya.
Diberitakan sebelumnya, Pengacara Pitra Romadoni mengajukan judicial review (JR) terhadap dua pasal dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Kedua pasal tersebut dianggap menjadi dasar bagi hakim yang memutuskan bahwa aset First Travel disita dan selanjutnya diserahkan kepada negara.
"Pasal 39 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dan Pasal 46 Kitab Undang-undang Hukum Acara (Pidana). Pasal tersebut adalah dasar hakim Pengadilan Negeri Depok memutuskan perkara First Travel," kata Pitra di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (25/11/2019).
Baca juga: Hakim MK Pertanyakan Permintaan Penggugat yang Ingin Aset First Travel Dikembalikan ke Korban
Menurut Pitra, kedua pasal tersebut bertentangan dengan sejumlah pasal dalam UUD 1945, seperti Pasal 28 D, 28 I dan 28 H, yang menjamin hak perlindungan dan kepastian hukum warga negara.
Pasal 28 D ayat (1) dan (2) mengatakan, setiap orang berhak atas jaminan perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakukan yamg sama di hadapan hukum.
Sedangkan pada Pasal 28 H ayat (4) disebutkan bahwa setiap orang berhak memiliki hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun.
Oleh karenanya, Pitra menyebut, seharusnya aset First Travel bukan jatuh kepada negara, melainkan pada korban penipuan jasa penyedia umroh itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.