Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MK Tolak Batalkan Syarat "Sudah Pernah Kawin" untuk Pemilih Pilkada

Kompas.com - 29/01/2020, 15:49 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak membatalkan syarat "sudah pernah kawin" sebagai salah satu kondisi seseorang dapat dinyatakan sebagai pemilih dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).

Keputusan ini disampaikan Mahkamah melalui putusan atas uji materi terhadap Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada, khususnya Pasal 1 ayat 6.

Pasal tersebut berbunyi, "pemilih adalah penduduk yang berusia paling rendah 17 tahun atau sudah/pernah kawin yang terdaftar dalam pemilihan."

"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Hakim Ketua Anwar Usman saat sidang pembacaan putusan yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (29/1/2020).

Baca juga: Gugat UU Pilkada, Perludem Minta MK Hilangkan Status Kawin sebagai Syarat Pemilih

Mahkamah berpandangan, gugatan yang dimohonkan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) bersama Koalisi Perempuan Indonesia itu tidak beralasan menurut hukum.

Dalil pemohon yang menyebutkan bahwa syarat tersebut menimbulkan ketidakadilan, oleh Mahkamah dipandang tidak tepat.

Pasalnya, "sudah pernah kawin" bukan satu-satunya syarat seseorang dapat dinyatakan mempunyai hak pilih dalam Pilkada.

Baca juga: Perludem: Putusan MK Batasi Eks Koruptor di Pilkada Jadi Kado Hari Antikorupsi

Ketentuan tersebut hanya alternatif dari diberlakukannya dua syarat lainnya, yaitu seseorang yang telah berusia 17 tahun dan memiliki KTP elektronik.

Dalam Pasal 63 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang administrasi kependudukan pun, telah diatur bahwa syarat seseorang mendapatkan KTP salah satunya adalah telah atau pernah kawin.

"Dengan dasar pertimbangan tersebut, norma pasal yany dimohonkan pengujiannya tidak berkorelasi dengan ketidakadilan sebagaimana didalilkan pemohon. Keadilan bukan berarti harus sama secara keseluruhan," ujar Hakim Suhartoyo.

Baca juga: Perludem Harap Uji Materi UU Pilkada Dikabulkan MK, Ini Alasannya

Mahkamah juga membantah dalil pemohon yang menilai syarat tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum lantaran batas minimal usia seseorang ditetapkan sebagai pemilih 17 tahun, sedangkan syarat usia minimal seseorang kawin adalah 19 tahun.

Menurut Mahkamah, syarat usia minimal kawin yang diatur dalam Undang-undang Perkawinan itu memilki dispensasi.

Seseorang dengan kondisi tertentu dapat melakukan perkawinan meskipun belum berusia 19 tahun.

Baca juga: Perludem Usul Perkecil Kursi Dapil untuk Batasi Jumlah Partai di Parlemen

Selanjutnya, dalil pemohon yang menyebut bahwa terjadi diskriminasi antara seseorang berusia 17 tahun dan belum kawin dengan seseorang berusia 17 tahun dan sudah/telah kawin, juga ditolak Mahkamah.

Sebab, dari seluruh definisi tentang diskriminasi yang tertuang dalam Pasal 1 angka 3 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999, tidak ada satupun yang merujuk pada status perkawinan.

"Menurut Mahkamah, (syarat sudah pernah kawin) bukan merupakan kebijakan yang bersifat diskriminatif karena keduanya tidak bisa dipersamakan," kata Suhartoyo.

Baca juga: MK Beri Jeda 5 Tahun Eks Koruptor Maju Pilkada, Perludem Usulkan 2 Hal Ini

Sebelumnya, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) bersama Koalisi Perempuan Indonesia mengajukan uji materi Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Sebagai pemohon, mereka meminta MK membatalkan frasa "sudah pernah kawin" sebagai salah satu syarat sebagai seorang pemilih, di luar kepemilikan KTP elektronik (e-KTP).

Frasa tersebut tercantum dalam Pasal 1 angka 6 UU Pilkada.

"Kita mengajukan ini dalam konteks agar MK bisa menghapuskan kata tersebut agar ada kepastian hukum terkait dengan pendaftaran pemilihan pemilih di Pilkada 2020," kata Kuasa Hukum pemohon, Fadli Ramadhanil, di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (12/11/2019).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Nasional
'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

"Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

Nasional
Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com