Salin Artikel

MK Tolak Batalkan Syarat "Sudah Pernah Kawin" untuk Pemilih Pilkada

Keputusan ini disampaikan Mahkamah melalui putusan atas uji materi terhadap Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada, khususnya Pasal 1 ayat 6.

Pasal tersebut berbunyi, "pemilih adalah penduduk yang berusia paling rendah 17 tahun atau sudah/pernah kawin yang terdaftar dalam pemilihan."

"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Hakim Ketua Anwar Usman saat sidang pembacaan putusan yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (29/1/2020).

Mahkamah berpandangan, gugatan yang dimohonkan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) bersama Koalisi Perempuan Indonesia itu tidak beralasan menurut hukum.

Dalil pemohon yang menyebutkan bahwa syarat tersebut menimbulkan ketidakadilan, oleh Mahkamah dipandang tidak tepat.

Pasalnya, "sudah pernah kawin" bukan satu-satunya syarat seseorang dapat dinyatakan mempunyai hak pilih dalam Pilkada.

Ketentuan tersebut hanya alternatif dari diberlakukannya dua syarat lainnya, yaitu seseorang yang telah berusia 17 tahun dan memiliki KTP elektronik.

Dalam Pasal 63 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang administrasi kependudukan pun, telah diatur bahwa syarat seseorang mendapatkan KTP salah satunya adalah telah atau pernah kawin.

"Dengan dasar pertimbangan tersebut, norma pasal yany dimohonkan pengujiannya tidak berkorelasi dengan ketidakadilan sebagaimana didalilkan pemohon. Keadilan bukan berarti harus sama secara keseluruhan," ujar Hakim Suhartoyo.

Mahkamah juga membantah dalil pemohon yang menilai syarat tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum lantaran batas minimal usia seseorang ditetapkan sebagai pemilih 17 tahun, sedangkan syarat usia minimal seseorang kawin adalah 19 tahun.

Menurut Mahkamah, syarat usia minimal kawin yang diatur dalam Undang-undang Perkawinan itu memilki dispensasi.

Seseorang dengan kondisi tertentu dapat melakukan perkawinan meskipun belum berusia 19 tahun.

Selanjutnya, dalil pemohon yang menyebut bahwa terjadi diskriminasi antara seseorang berusia 17 tahun dan belum kawin dengan seseorang berusia 17 tahun dan sudah/telah kawin, juga ditolak Mahkamah.

Sebab, dari seluruh definisi tentang diskriminasi yang tertuang dalam Pasal 1 angka 3 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999, tidak ada satupun yang merujuk pada status perkawinan.

"Menurut Mahkamah, (syarat sudah pernah kawin) bukan merupakan kebijakan yang bersifat diskriminatif karena keduanya tidak bisa dipersamakan," kata Suhartoyo.

Sebelumnya, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) bersama Koalisi Perempuan Indonesia mengajukan uji materi Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Sebagai pemohon, mereka meminta MK membatalkan frasa "sudah pernah kawin" sebagai salah satu syarat sebagai seorang pemilih, di luar kepemilikan KTP elektronik (e-KTP).

Frasa tersebut tercantum dalam Pasal 1 angka 6 UU Pilkada.

"Kita mengajukan ini dalam konteks agar MK bisa menghapuskan kata tersebut agar ada kepastian hukum terkait dengan pendaftaran pemilihan pemilih di Pilkada 2020," kata Kuasa Hukum pemohon, Fadli Ramadhanil, di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (12/11/2019).

https://nasional.kompas.com/read/2020/01/29/15494341/mk-tolak-batalkan-syarat-sudah-pernah-kawin-untuk-pemilih-pilkada

Terkini Lainnya

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Nasional
Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Nasional
AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

Nasional
Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Nasional
Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Nasional
Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Nasional
Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Nasional
AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum 'Clear', Masih Dihuni Warga

AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum "Clear", Masih Dihuni Warga

Nasional
Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Nasional
Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Nasional
PKS Jajaki Komunikasi dengan Prabowo

PKS Jajaki Komunikasi dengan Prabowo

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke