JAKARTA, KOMPAS.com - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) bersama Koalisi Perempuan Indonesia mengajukan uji materi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Sebagai pemohon, mereka meminta MK membatalkan frasa "sudah pernah kawin" sebagai salah satu syarat sebagai seorang pemilih, di luar kepemilikan KTP elektronik (e-KTP).
Frasa tersebut tercantum dalam Pasal 1 angka 6 UU Pilkada.
"Kita mengajukan ini dalam konteks agar MK bisa menghapuskan kata tersebut agar ada kepastian hukum terkait dengan pendaftaran pemilihan pemilih di Pilkada 2020," kata kuasa hukum pemohon, Fadli Ramadhanil, di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (12/11/2019).
Baca juga: KPU Dorong Larangan Eks Koruptor Ikut Pilkada Masuk di UU Pilkada
Sebagai perwakilan pemohon, Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini mengatakan, ada sejumlah pertimbangan yang mendasari pihaknya mengajukan gugatan uji materi. Pertama, untuk menekan daftar pemilih yang tidak valid.
Dalam penyelenggaraan Pilpres 2019, validitas daftar pemilih banyak dipersoalkan. Hal ini disebabkan tidak seragamnya persyaratan usia memilih, yaitu 17 tahun atau di bawah 17 tahun tetapi sudah pernah kawin.
Perbedaan usia persyaratan itu, kata Titi, juga menyulitkan petugas ketika memutakhirkan data pemilih.
Alasan kedua, syarat sudah pernah kawin dinilai bertentangan dengan prinsip luber jurdil yang diusung pilkada.
"Bagaimana kita mau mencapai keadilan kalau kemudian ada privilege seolah-olah yang akan didapat oleh anak kalau dia menikah, yaitu privilege-nya hak pilih," ujar Titi.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia Dian Kartikasari mengatakan, hak pilih yang diberikan kepada anak usia di bawah 17 tahun yang sudah kawin justru akan membebani mereka.
Pasalnya, tidak sedikit anak berusia 12 tahun atau 13 tahun yang sudah menikah dan mengalami trauma. Jika masih ditambah dengan status pemilih, trauma mereka justru bertambah.
Baca juga: Komisi II DPR Sebut Tak Ada Waktu Lagi untuk Revisi UU Pilkada
"Jadi anak-anak ini rata-rata tidak muncul di dalam pertemuan-pertemuan tentang pendidikan pemilih sehingga mereka adalah orang-orang yang memilih dengan tanpa pengetahuan dengan beban yang cukup berat," ujar Dian.
Baik Titi maupun Dian berharap, MK dapat mengabulkan permohonan mereka.
Apalagi, saat ini sudah berlaku Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang batas minimal usia perkawinan, yaitu 19 tahun untuk perempuan maupun laki-laki.
"Harapan kami kenapa ini (uji materi) diajukan sekarang, sehingga nanti ketika pengumpulan syarat dukungan oleh calon perseorangan proses pencalonan dan juga pemutakhiran data pemilih, KPU itu sudah mendapatkan kepastian satu parameter saja dalam pemutakhiran data," kata Titi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.