Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Helmy Yahya Dipecat sebagai Dirut TVRI, Pengalaman Hidup yang Sangat Mahal

Kompas.com - 28/01/2020, 17:29 WIB
Tsarina Maharani,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Eks Direktur Utama TVRI Helmy Yahya mengatakan, dirinya tak pernah menyesali masa kepemimpinannya di TVRI.

Helmy menyebutkan, pengalaman sebagai Dirut TVRI dan peristiwa pemberhentian terhadap dirinya oleh Dewan Pengawas TVRI jadi pengalaman hidup luar biasa.

"Berakhir saya diberhentikan dengan cara sangat cepat. Apakah saya menyesal? Tentu saja tidak," ujar Helmy dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (28/1/2020).

"Bagi saya ini satu pengalaman hidup yang mahal sekali, saya diminta sharing ke mana-mana," kata Helmy Yahya.

Baca juga: Dewas TVRI Sebut Siaran Liga Inggris yang Dibeli Helmy Yahya Tak Sesuai Jati Diri Bangsa

Ia bercerita, awalnya sempat ragu saat akan mengikuti proses seleksi Dirut TVRI.

Helmy mengatakan sempat berkonsultasi dengan sang kakak, Tantowi Yahya, tentang rencananya ikut seleksi Dirut TVRI.

Menurut Helmy Yahya, saat itu Tantowi menyarankan agar ia mengurungkan niat.

"Dia (Tantowi) terus terang melarang saya, 'ngapain kamu ngurusin TVRI, berat, sulit sekali'," ujar Helmy.

Namun, setelah pertemuannya dengan beberapa orang lain dan berdiskusi dengan keluarga, Helmy akhirnya memutuskan ikut seleksi dan terpilih menjadi Dirut TVRI.

"Saya lanjutkan ikut Pansel untuk jadi Dirut dan Alhamdullilah saya terpilih mendapatkan amanah 29 November 2017," tuturnya.

Baca juga: Rebranding TVRI Tak Sesuai Rencana Juga Jadi Alasan Dewas Pecat Helmy Yahya

Di awal masa jabatannya, Helmy mengaku dihadapi tantangan yang cukup berat. Kala itu, ia mengamini ucapan sang kakak bahwa ternyata memimpin TVRI adalah pekerjaan sulit.

Tantangan yang ia hadapi di antaranya soal usia sumber daya manusia (SDM) yang tak ideal, angka rating dan share yang rendah, dan kondisi peralatan produksi yang buruk.

"Usia SDM tak ideal, 4.800 karyawan kami 72 persen itu usianya non milenial alias kolonial di atas usia 40 tahun. Yang milenial hanya 28 persen. Tentu sangat tidak ideal untuk sebuah media," kata Helmy.

Selain itu, menurut Helmy, persoalan keuangan di TVRI juga karut-marut. Ia menyatakan TVRI tiga kali berturut-turut mendapatkan predikat "disclaimer" dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

"Pengelola keuangannya tiga kali disclaimer, berturut-turut, hattrick. Tapi saya pikir inilah tantangan dan bersyukur saya dipilihkan direksi yang demikian luar biasa yang sebagian orang yang saya kenal," kata dia.

Baca juga: Dewan Direksi TVRI Akui Tak Harmonis dengan Dewas, Ini Alasannya

Selanjutnya, menurut Helmy, berkat upaya jajaran Dewan Direksi, TVRI mampu bangkit.

"Alhamdullilah, setelah kami melakukan semuanya, melakukan penertiban dalam keuangan, menegakkan disiplin, tidak boleh lagi karyawan TVRI masuk dan tidak masuk sembarangan bgitu, kami menegakan zona integritas dan sebagainya," ujar Helmy.

Helmy Yahya diketahui diberhentikan dengan hormat oleh Dewan Pengawas TVRI pada 16 Januari 2020.

Sebelum surat pemberhentian itu keluar, Dewan Pengawas TVRI telah mengirimkan Surat Pemberitahuan Rencana Pemberhentian (SPRP) pada Desember 2019.

Helmy pun menyampaikan pembelaan. Namun, pembelaan Helmy Yahya ditolak Dewan Pengawas TVRI.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com